A.
Prinsip-prinsip Konseling
Prinsip-prinsip konseling merupakan pedoman atau acuan yang digunakan dalam melaksanakan konseling. Prinsip-prinsip tersebut dibuat berdasarkan kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan budaya, pengertian, tujuan, fungsi dan proses penyelenggaraan konseling. Prinsip-prinsip konseling ini juga akan mendasarkan pada faktor proses, tanggung jawab serta tujuan dari konseling.
Adapun prinsip-prinsip
konseling yang dimaksud meliputi:
1) Konseling merupakan
kegiatan yang sangat penting dalam keseluruhan program bimbingan di sekolah,
atau merupakan bagian integral dengan bimbingan.
2) Program konseling harus
fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan
individu dan masyrakat.
3) Dalam konseling terlibat
dua individu yaitu konselor dan klien yang memproses penyelesaian masalah
melalui serangkaian interview.
4) Konseling merupakan proses
belajar yang mengarah pada suatu perubahan yang fundamental dalam diri klien,
terutama dalam perubahan sikap dan tindakan.
5) Konseling lebih banyak
menekankan pada masalah sikap daripada tindakan.
6) Konseling berlangsung pada
situasi pertemuan dan jalinan hubungan yang khas.
7) Konseling lebih menekankan
pada penghayatan emosional daripada intelektual.
8) Konseling sebagai kegiatan
profesional, dilaksanakan oleh orang-orang yang telah memiliki persyaratan
profesional baik dalam pengetahuan maupun kepribadiannya. Oleh karena itu tenaga
ahli yang memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan
konseling.
9) Konseling melayani semua
individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama dan status
sosial ekonomi.
10) Dalam konseling perbedaan
individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan
bantuan atau konseling pada individu-individu tertentu.
11) Konseling pada umumnya
dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik
individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, sekolah serta yang berkaitan
dengan kontak sosial dan pekerjaan.
12) Tujuan akhir konseling
adalah kemandirian setiap individu;maka dari iru layanan konseling harus diarahkan
untuk mengembangkan klien agar mampu mengarahkan dirinya dalam menghadapi
kesulitan atau masalah yang dihadapinya.
13) Dalam proses konseling,
keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaklah atas kemauan
klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.
14) Permasalahan khusus yang
dialami klien harus ditangani oleh (dan kalu perlu dialihtangankan kepada)
tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.
B. Etika
dalam Konseling.
Konseling merupakan proses
bantuan yang sifatnya profesional. Setiap pekerjaan yang sifatnya profesional
tentulah memiliki seperangkat aturan atau pedoman yang mengatur arah dan gerak dari
pekerjaan profesi tersebut. Hal ini sering disebut etika. Konselor sebagai pelaksana
dari pekerjaan konseling juga terikat dengan etika.
Etika merupakan standard
tingkah laku seseorang, atau sekelompok orang yang didasarkan atas nilai-nilai
yang disepakati. Ada beberapa aspek dalam membahas etika konseling itu. Aspek aspek
ini adalah aspek kesukarelaan, aspek kerahasiaan, keputusan oleh klien sendiri,
dan aspek sosial budaya klien.
1) Aspek Kesukarelaan
Pada
aspek ini konselor perlu mengetahui apakah klien dating secara sukarela atau
tidak. Hal ini penting karena besar manfaatnya dalam hubungan konseling
sehingga kemungkinan keterlibatan diri klien secara lebih efektif dalam proses
konseling akan terwujud, dan keterbukaan diri dari klien akan memberikan kesan positif
dalam hubungan terapeutik tersebut.
2) Aspek Kerahasiaan
(konfidensialitas)
Aspek
kerahasiaan berkaitan dengan apakah hal-hal yang dibicarakan dalam konseling
itu bersifat rahasia atau tidak. Kerahasiaan dalam proses konseling terkadang
overlap dengan kata privacy. Privasi mempunyai sifat sesuatu yang pribadi dan tidak
perlu diketahui atau dikeemukakan kepada orang lain. Dengan kata lain privasi
itu dengan hak untuk kehidupannya seendiri tanpa turut campur dari pihak lain.
Sementara kerahasiaan lebih bersifat dengan pengendalian informasi yang diterima
dari seseorang. Sebuah informasi dikatakan rahasia jika dianggap tidak perlu
dan seharusnya tidak disampaikan ke pihak lain atau publik. Berkaitan dengan
konseling dapat dinyatakan bahwa informasi yang dibicarakan oleh klien baik
yang menyangkut diri klien bersifat rahasia dan tidak dapat disampaikan secara
terbuka oleh konselor kepada siapapun termasuk kolega-koleganya.
3) Aspek keputusan oleh klien
sendiri.
Membuat
keputusan tertentu penting artinya bagi klien. Oleh karena itu klien harus
membuat keputusan yang lebih tepat untuk dirinya dan masa depannya. Menurut
Corey (2005) menegaskan bahwa tujuan konseling tidak sekedar untuk memperoleh
kepuasan klien. Konseling dapat juga mengajarkan pada klien untuk membuat dan
menghasilkan keputusan yang sifatnya jangka panjang (Long-term goals). Berkaitan
dengan hal tersebut konselor memberikan dorongan untuk berani membuat keputusan
yang disesuai dengan resiko yang sudah dipertimbangkannya.
4) Aspek Sosial Budaya
Dalam
hubungan konseling, konselor dituntut sadar akan aspek-aspek sosial dan budaya
dan ilai-nilai pihak klien. Klien mungkin memiliki pengalaman-pengalaman sosial
dan budaya yang sangat berlainan dengan konselor. Dengan kata lain konselor
hendaknya mempelajari karakteristik budaya nilai nilai dan kebiasaan klien
mereka. Hal ini sangat penting oleh karena dapat dinyatakan bahwa layanan
konseling tanpa pemahaman budaya dan nilai-nilai di tempat konselor bekerja maka
konselor belum memenuhi apa yang disebut etika profesi konselor.
Sumber
: Mulawarman, P.Hd, Buku Ajar Pengantar
Keterampilan Dasar Konseling, 2017, UNNES
No comments:
Post a Comment