TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING PERSON CENTERED THERAPY
A. PERSON CENTERED
THERAPY
Konseling berpusat pada person (person
centred therapy)
dikembangkan oleh Carl Person Rogers, salah seorang psikolog klinis yang sangat
menekuni bidang konseling dan psikoterapi. Dia dilahirkan pada 1920 di Loak
Park, Illinois. Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1960an, psikoterapi ini menekankan bahwa
prinsip terapi ini tidak hanya diterapakan dalam proses terapi tetapi
prinsip-prinsip terapi ini dapat diterapkan di
berbagai setting seperti dalam masyarakat. Titik berat dari PCT meningkatkan
keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapist lebih aktif
& terbuka, lebih memperhatikan pengaruh lingkungan. Periode ini
memperkenalkan unsur-unsur penting dari sikap-sikap terapis, yakni keselarasan,
pandangan dan penerimaan positif, dan pengertian yang empatik sebagai prasyarat
bagi terapi yang efektif.
Didasarkan
pada pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber daya terapi untuk
menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan hambatan ke pertumbuhan pribadi.
Model ini meletakkan klien, bukan terapi, sebagai pusat
terapi. Falsafah dan Asumsi Dasar Model ini berdasarkan pada pandangan positif
tentang manusia yang melihat orang memiliki sifat bawaan berjuang keras ke arah
menjadi untuk berfungsi secara penuh (becoming fully functioning). Asumsi
dasarnya adalah dalam konteks suatu hubungan pribadi dengan kepedulian
terapist, klien mengalami perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan
dan peningkatan self-awareness.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN
Berdasarkan sejarahnya, teori konseling yang
dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa perubahan. Pada mulanya dia
mengembangkan pendekatan konseling yang disebutnon-directive counseling (1940).
Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang
saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor atau directive
counseling.Pada 1951 Rogers mengubah namanya menjadi client centred
counseling sehubungan dengan perubaghan pandangan tentang konseling
yang menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Enam tahun
berikutnya, pada 1957 Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi
konseling yang berpusat pada person (person centred), yang memandang
klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada klien
maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya pada saat
hubungan konseling berlangsung.
Konseling berpusat pada person ini memperoleh
sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat
berkembang secara pesat. Hingga saat ini, pendekatan konseling ini masih
relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam kaitan ini Geldard (1989)
menyatakan bahwa karya Rogers ini memiliki kekuatan (powerfull) dan
manfaat (userfull) dalam membantu klien.
C. HAKIKAT MANUSIA.
Hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut :
1.
Manusia cenderung untuk
melakukan aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan
mengaktualisasikan kemampuanya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya
sendiri.
2.
Perilaku
manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan
individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsi. Oleh karena itu,
persepsi individu tentang medan fenomenal bersifat subjektif.
3.
Manusia pada dasarnya
bermanfaat dan berharga dan dia memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi
sebagai hal yang baik bagi dirinya.
4.
Secara mendasar manusia
itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif tidak merusak dirinya.
5.
Manusia
pada dasarnya aktif, bukan pasif
6.
Setiap
individu dlm dirinya terdapat motor penggerak : terbuka pd pengalaman diri,
percaya pd diri sendiri.
D. PERKEMBANGAN PERILAKU
1. Struktur Kepribadian
Rogers mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsure
yang sangat esensial dalam hubungannya dengan kepribadian, yaitu self, medan
fenomenal, dan organisme.
1) Self adalah bagian dari kepribadian yang
terpenting dalam pandangan Rogers. Self (disebut pula struktur self atau self
cencept) merupakan persepsi dan nilai-nilai individu tentang dirinya atau
hal-hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Self merupakan suatu konsepsi
yang merupakan persepsi mengenai dirinya “I” atau “me” dan persepsi hubungan
dirinya dengan orang lain dengan segala aspek kehidupannya. Self meliputi dua
hal, yaitu self riil (real-self) dan self ideal (ideal-self). Real self
merupakan gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata, dan ideal-self
merupakan apa yang menjadi kesukaan, harapan, atau yang idealisasi tentang
dirinya.
2) Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan
keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Pengalaman yang meliputi peristiwa-peristiwa yang diperoleh
dari pengamatan dan dari apa yang pernah dilakukan individu. Pengalaman ada
yang bersifat internal yaitu persepsi mengenai dirinya sendiri dan pengamatan
yang bersifat eksternal yaitu persepsi mengenai dunia luarnya.
Pengalaman-pengalaman ini berbeda individu satu dengan lainnya, dan dapat
menjadi self. Kita dapat memahami medan fenomenal seseorang hanya dengan
menggunakan kerangka pemikiran internal individu yang bersangkutan (internal
frame of reference). Pemahaman secara empati, sebagai bentuk internal
frame of reference, sangat berguna dalam memahami medan fenomenal
ini.
3) Organisme merupakan keseluruhan totalitas
individu, yang meliputi pemikiran, perilaku, dan keadaan fisik. Organisme
mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan,
mempertahankan, dan mengembangkan diri. Perilaku itu merupakan usaha organism
yang berarah tujuan (goal-directed) yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan
sebagaimana dialaminya, dan dalam medan sebagaimana yang diamatinya. Dalam
hubungan ini emosi menyertai dan pada umumnya memberikan fasilitas perilaku
berarah tujuan itu. Kebanyakan cara-cara berperilaku yang diambil orang adalah
yang selaras dengan konsep self. Organisme
bereaksi terhadap medan fenomenal sebagaimana medan itu dialami dan diamati.
Bagi individu dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas). Organisme
bereaksi terhadap medan fenomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi.
Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus menerus
antara organisme, self, dan medan fenomenal.
2.
Pribadi sehat dan
bermasalah
a.
Pribadi sehat
Pribadi
yang sehat menurut Person Centered adalah:
1.
Kapasitas untuk memberikan
toleransi pada apapun dan siapapun.
2.
Menerima dengan senang hati
hadirnya ketidakpastian dalam hidup.
3.
Mau menerima diri sendiri
dan orang lain.
4.
Spontanitas dan kreatif.
5.
Kebutuhan untuk tidak
dicampuri orang lain dan menyendiri (privacy).
6.
Mempunyai kepedulian yang
tulus pada orang lain.
7.
Mempunyai rasa humor
8.
Terarah dari dalam diri
sendiri.
9.
Mempunyai sikap yang
terbuka terhadap hidup.
10. Mempercayai
diri sendiri
11. Adanya
keselarasan atau kongruensi antara organisme, ideal self, dan self concept.
b.
Pribadi bermasalah
Karakteristik
pribadi yang menyimpang menurut Person Centered adalah:
1.
Adanya ketidaksesuaian
antara persepsi diri dan pengalamannya yang riil
2.
Adanya ketidaksesuaian
antara bagaimana dia melihat dirinya (self-concept) dan kenyataan atau
kemampuannya.
3.
pribadi
yang inkongruensi atau tidak kongruen antara ideal self, self
concept, dan organisme
4.
kesenjangan
antara ideal self dan self concept, jika hal ini terjadi akan menimbulkan
khayalan tinggi
5.
kesenjangan
antara self concept dan organisme, sehingga dapat menimbulkan perasaan rendah
diri (minder)
6.
Tidak mampu mempersepsi
dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya
secara objektif
7.
Tidak terbuka terhadap
semua pengalaman yang mengancam konsep dirinya,
8.
Tidak
mampu mengembangkan dirinya kearah aktualisasi diri
E. HAKIKAT KONSELING
Pendekatan
konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu
yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang
mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self),
aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep
inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
F.
KONDISI PENGUBAHAN
1.
Tujuan
Secara ideal tujuan konseling berpusat pada
person tidak terbatas oleh tercapainya pribadi yang kongruensi saja. Bagi
Rogers tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini, yaitu
apa yang disebut dengan fully functioning person, yaitu
pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Rogers beranggapan bahwa fully
functioning person merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih
bersifat becoming, sedangkan aktualisasi diri sebagaimana yang
dikemukakan Maslow merupakan keadaan akhir dari kematangan mental dan
emosional, karena itu lebih merupakan self-being (Cottone,
1991).
ü Tujuan umum :
Meningkatkan derajat independensi
(kemandirian) dan integrasi yang mengarah pada aktualisasi diri,
ü Tujuan khusus meliputi:
-
Memberi kesempatan dan
kebebasan pada individu untuk mengkspresikan perasaaan –perasaannya, berkembang
dan terealisasi potensinya.
-
Membanntu individu untuk
makin mampu berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan lingkungannya dan
bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri.
-
Membantu
individu dalam perubahan dan pertumbuhan.
2.
Sikap,peran dan tugas
konselor
Pemahaman konselor dipusatkan pada sikap, keterampilan,
tugas serta fungsinya. Menurut Rogers, sikap yang harus dimiliki konselor
adalah kejujuran/ketulusan (kongruensi), sikap positif yang tidak
bersyarat (unconditional positive regard) dan pemahaman empati yang
akurat. Adapun keterampilan pokok yang harus dimiliki oleh konselor adalah
keterampilan mengamati tingkah laku konseli dan keterampilan mengkomunikasikan
pemahaman terhadap konseli. Dan secara umum tugas dari konselor adalah
menciptakan suasana konseling yang memfasilitasi pertumbuhan kepribadian
konseli, sedangkan fungsi dari konselor adalah sebagai fasilitator, motivator,
reflektor, dan model bagi konselinya.
Peran konselor antara lain:
a.
Terapist tidak
memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan terapi tetapi itu
dilakukan oleh klien sendiri.
b.
Terapist merefleksikan perasaan-perasaan
klien sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
c.
Terapist
menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang
bagaimanapun.
d.
Terapist
memberi kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya
dan seluas-luasnya.
3.
Sikap,peran dan tugas
klien
Agar proses
konseling dapat mencapai perubahan pribadi konseli yang diinginkan, maka
diperlukan beberapa kondisi yang seharusnya ada pada konseli, yaitu adanya
kesediaan konseli secara sukarela untuk menerima bantuan dan dapat bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri, dapat mengungkapkan perasaan tertekannya dengan
baik dan konseli dan konselor harus bisa menciptakan suasana yang kondusif
dalam proses konseling.
4.
Situasi Hubungan
Pada intinya, konseling person centred adalah
terapi hubungan. Agar perubahan kepribadian konstruktif dapat terjadi, harus
ada beberapa faktor dibawah ini dan harus terus ada selama beberapa waktu:
1)
Dua
orang berada dalam kontak psikologis
2)
Yang
pertama, mereka yang kita sebut istilah klien, dalam status tidak menentu,
rapuh dan cemas.
3)
Orang
kedua, kita sebut sebagai terapis, harmonis atau terintegrasi dalam hubungan.
4)
Terapis
merasakan sikap positif tak bersyarat terhadap klien.
5)
Terapis
merasakan pemahaman empatik terhadap kerangka rujukan internal klien (the
internal frame of refence), dan berusaha mengkomunikasikan hal ini
pada klien.
6)
Terjadinya
pengkomunikasian pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak bersyarat
terapis kepada klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim.
G.
MEKANISME PENGUBAHAN
1.
Tahap – tahap konseling
Secara
kongkrit, tahapan konseling dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Tahap Perkenalan
Pada tahap ini pemimpin yang berpusat pribadi
diharapkan dapat menghindari penggunaan praktek yang direncanakan dan teknik. Sikap
kepemimpinan dan karakter individu jauh lebih penting dibandingkan teknik yang
digunakan. Dalam tahap perkenalan, konselor memulai percakapan.
b.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini,
teknik-teknik atau keterampilan kunci meliputi keterampilan mendengar aktif,
klarifikasi, pengenalan diri, pemberian penghargaan dan pengertian. Anggota
dituntun untuk berbicara secara terbuka tentang apapun yang mereka rasakan saat
itu
c.
Tahap Akhir (Terminasi)
Pada tahap ini
pemimpin tidak diperlukan lagi. Apabila kelompok telah berjalan secara efektif,
maka untuk sekarang kelompok telah bergerak dan dapat menggambarkan
potensi-potensi dirinya untuk digunakan dalam kelompok. Pemimpin dapat membantu
anggotanya untuk menyimpulkan apa yang telah mereka dapatkan dan menerapkan hal
tersebut dalam kehidupan nyata setelah sesi konseling kelompok diakhiri. Dalam
tahap akhir ini konselor mengakhiri percakapan.
2.
Teknik – teknik konseling
Teknik-teknik
konseling yang dapat diterapkan, antara lain:
a.
Rapport, yaitu teknik yang bertujuan untuk membuat pendekatan dan hubungan yang
baik dengan konseli agar selama proses terapi dapat berlangsung dengan lancar.
b.
Teknik klarifikasi, yaitu suatu cara konselor untuk menjernihkan dan
meminta konseli untuk menjelaskan hal-hal yang dikemukakan oleh kepada
konselor.
c.
Teknik refleksi, (isi dan perasaan) yaitu usaha konselor untuk
memantulkan kembali hal-hal yang telah dikemukakan konseli (isi pembicaraan)
dan memantulkan kembali perasaan-perasaan yang ditampakkan oleh konseli.
d.
Teknik “free expression” yaitu memberikan
kebebasan kepada klien untuk berekspresi, terutama emosinya, cara kerja teknik
ini seperti cara kerja kataris.
e.
Teknik “silence”, yaitu kesempatan
yang berharga diberikan oleh terapis kepada klien untuk mempertimbangkan dan
meninjau kembali pengalaman-pengalaman dan ekspresinya yang lampau
f.
Teknik “transference” yaitu
ketergantungan konseli kepada konselor. Hal ini dapat terjadi pada awal terapi,
tapi bukan merupakan dasar untuk kemajuan terapi. Kemungkinan transference terjadi
karena sikap konselor yang memberikan kebebasan tanpa menilai atau mengevaluasi
konseli.
H.
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
PCT
Kelebihan dari pendekatan
ini antara lain :
1.
Pemusatan
pada klien dan bukan pada terapist.
2.
Identifikasi
dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.
Lebih
menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
4.
Memberikan kemungkinan
untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.
Penekanan emosi,
perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi
6.
Menawarkan
perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
7.
Klien
memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam
menyelesaiakan masalahnya
8.
Klien
merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka
mendengarkan dan tidak dijustifikasi
Kelemahan dari pedekatan
ini antara lain :
1.
Terapi
berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
2.
Terlalu
menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
3.
Tujuan
untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum
sehingga sulit untuk menilai individu.
4.
Tidak
cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil
tanggungjawabnya.
5.
Sulit
bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6.
Terapi menjadi tidak efektif ketika
konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja
tidaklah cukup
7.
Tidak
bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
8.
Minim
teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya
I.
SUMBER RUJUKAN
yang seperti ini yang bagus,,, bisa di buat refrensi nanti menjelang smt ahir...
ReplyDeleteyang seperti ini yang bagus,,, bisa di buat refrensi nanti menjelang smt ahir...
ReplyDeletemksh gan,,,kami akan sllu mlkukan perbaikan,,,setiap kta dri pnjenengan dan agan2 yang lain,,,sangat berarti bgi kami..
ReplyDelete