Konsep Kurikulum Merdeka sebagai transformasi kebijakan Merdeka Belajar mengedepankan pendekatan yang berpusat pada minat, bakat, dan kemampuan peserta didik dalam pembelajarannya. Di tingkat satuan pendidikan, bimbingan dan konseling diharapkan dapat mengakomodasi peserta didik untuk mampu memahami dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mengembangkan potensi, merencanakan masa depan, dan menyelesaikan permasalahan, untuk mencapai kemandirian dan kemaslahatan peserta didik.
Kurikulum Merdeka yang bersifat fleksibel didasarkan pada
pemikiran Ki Hajar Dewantara, yakni bahwa maksud pengajaran dan pendidikan yang
berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari
persatuan rakyat (Ki Hadjar Dewantara, 1928). Oleh karena itu, setiap satuan
pendidikan memiliki keleluasaan dalam menyesuaikan kurikulum dengan keragaman dan
kebutuhannya.
Dengan kemerdekaan yang telah diberikan untuk mengelola
manajemennya, satuan pendidikan berkewajiban untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pendidikan nasional. Salah satunya adalah dengan mengimplementasikan
profil pelajar Pancasila sebagai bagian dari pendidikan dan penguatan karakter
peserta didik. Profil pelajar Pancasila ini merupakan dasar bagi satuan
pendidikan untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling.
Hal ini sejalan dengan filosofi pendidikan yang dicetuskan
oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa sebagai orang dewasa, pendidik, baik Guru BK
dan guru lain, harus menjadi teladan bagi peserta didik (ing ngarsa sung tuladha); bersama-sama dengan peserta didik sebagai
sahabat untuk membangun karsa ing madya
mangun karsa; menginspirasi, menguatkan motivasi, serta memfasilitasi
setiap peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal (perkembangan
cipta, rasa, dan karsa). Selain itu, bimbingan dan konseling berperan sebagai
penyambung suara peserta didik tut wuri
handayani.
No comments:
Post a Comment