MAKALAH
“PROBLEM MANUSIA DALAM
PERSPEKTIF AL-QUR’AN”
Dosen pembimbing : Nur
Faizin L.c
Oleh:
KELOMPOK
1
Ahmad
Sabiqin (2011143320147)
Nuryati
(2011143320176)
Susi
Zulaikho (2011143320186)
Wi’anto
(2011143320188 )
JURUSAN
DAKWAH
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM ATTANWIR
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin
segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesehatan serta kemudahan bagi
kami dalam menyelesaikan tugas makalah Tafsir Konseling Tematik ini, Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabiyullah Muhammad SAW, keluarga
sahabat,serta orang-orang yang senantiasa istiqomah dalam mengikuti sunnah
beliau.
Dalam
makalah ini kami akan menguraikan bagaimana problem manusia dalam perspektif
Al-Qur’an, bagaimanakah problem manusia dari sudut pandang dunia konseling,
apakah sesuai dengan teori-teori barat jika digabungkan. Ucapan terima kasih
tak lupa kami haturkan kepada Dosen mata kuliah Tafsir tematik konseling Ustadz
Nur Faizin L.c atas bimbingan yang telah diberikan sehingga dapat terciptanya
makalah ini. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami haturkan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses terciptanya makalah kami.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan
makalah kami.merupakan suatu harapan pula dengan terciptanya makalah ini. Kami
dapat memenuhi tugas mata kuliah tafsir tematik konseling yang telah diberikan
oleh ustadz Nur Faizin L.c kepada kami dan kami juga berharap makalah ini dapat
menjadi motifasi bagi kami khususnya dan pembaca umumnya untuk mempelajari dan
menyusun makalah yang membahas tentang tafsir tematik konseling yang lebih baik
dan bermanfaat .Aamiinn...
Talun.
20 Maret 2013
Kelompok
1
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu Tafsir
al-Qur'an adalah penting karena ini benar-benar merupakan ilmu asas yang
diatasnya dibangun keseluruhan struktur, tujuan, pengertian pandangan dan
kebudayaan agama Islam. Itulah sebabnya mengapa al-Tabari (wafat 923 M)
menganggapnya sebagai yang terpenting dibanding dengan seluruh pengetahuan dan
ilmu. Ini adalah ilmu yang dipergunakan ummat Islam untuk memahami pengertian
dan ajaran Kitab suci al-Qur'an, hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
Tafsir
adalah satu-satunya ilmu yang berhubungan langsung dengan Nabi, sebab Nabi
telah diperintahkan oleh Allah swt untuk menyampaikan risalah kenabian, seperti
yang terbukti dari ayat ini: "agar kamu (Muhammad) dapat menjelaskan
kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka." Karena al-Qur'an
diturunkan dalam Bahasa Arab dengan mengikuti cara-cara retorika orang-orang
Arab, maka orang-orang yang hidup sezaman dengan Nabi memahami makna ayat
al-Qur'an serta situasi ketika diturunkannya. Oleh sebab itu penting bagi kita
untuk mempelajarinya.
Problem
manusia dizaman sekarang ini sangatlah kompleks, bisa timbul dari diri sendiri,
bisa dari lingkungan, Maupun dengan Allah SWT. Menyangkut faktor internal dan
faktor external, Dan bagaimanakah jika masalah tersebut di hubungkan dengan
teori-teori barat. Maka pentinglah kiranya masalah tersebut untuk dikaji dari
hakekat manusia, dan problem manusia yang ditimbulkan.
B.
Rumusan Masalah
Makalah ini membahas
tentang :
1. Apakah pengertian problem itu?
2. Bagaimanakah hakekat manusia menurut
Al-Qur’an ?
3. Bagaimanakah problem manusia dalam
persepektif Al-Qur’an dan teori-teori barat?
C.
Tujuan Pembahasan
Untuk menjelaskan :
1. Pengertian problem manusia
2. Hakekat manusia menurut Al-Qur’an
3. Problem-problem manusia dan kaitannya
dengan teori barat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Problem Manusia
Problem manusia dalam
konseling ditujukan dengan berbagai gejala penyimpangan yang merentang dari
kategori ringan sampai berat. Dalam hal ini Sofyan S. Willis (2004)
mengemukakan tentang tingkatan masalah sebagai berikut :
1) Masalah ringan seperti malas dalam
beribadah, malas dalam bekerja, membolos sekolah, kesulitan belajar Dan lain
sebagainya.
2) Masalah sedang seperti gangguan
emosional seperti; berkelahi antar tetangga, berkelahi antar sekolah, kesulitan
belajar karena ada gangguan di keluarga dan lain sebagainya.
3) Masalah berat seperti gangguan emosional
berat, seperti kecanduan alkohol, tindakan kriminalitas, percobaan bunuh diri
dan lain sebagainya.
Di dalam
al-Qur’an, banyak ayat yang mencela manusia. Dalam hal ini berarti manusia
benar-benar telah berada dalam problematika atau bermasalah. Ayat-ayat tersebut
diantaranya adalah :
“…Sesungguhnya
manusia itu sangatlah dzalim dan amat bodoh” (QS.
Al-Ahzab (33). 72).
“Manusia
benar-benar sangat mengingkari nikmat” (QS.
Al-Hajj (22). 66).
“Ketahuilah,
sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena melihat dirinya serba
cukup” (QS. Al-’alaq (96). 6-7).
“…
Adalah manusia bersifat tergesa-gesa (QS. Al-Isra’ (17). 11).
“Apabila
manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring
atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahanya, dia (kembali) melalui
(jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk
(menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya (QS. Yunus
(10). 12).
“… Adalah
manusia itu sangat kikir (Al-Isra’ (17). 100).
“… Manusia
adalah makhluk yang paling pandai membantah” (QS. Al-Kahfi
(18). 54).
“Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebahagiaan ia amat kikir” (QS.
Al-Ma’arij (70). 19-21).
Dari
ayat-ayat diatas nampak jelas, bahwa perangai manusia digambarkan oleh
al-Qur’an adakalanya baik dan adakalanya tidak baik, kadang dipuji dan kadang
dicaci. Manusia memiliki kesempurnaan yang potensial dan mereka harus
mengarahkan diri mereka kepada “kesempurnaan positif”, dan tidak
sebaliknya. Modal untuk malaksanakannya telah diberikan oleh Dzat yang
menciptakannya, yaitu, fitrah, nafsu,hati/qold, ruh dan akal.
Itulah sedikit gambaran bahwa manusia itu
benar-benar dalam keadaan bermasalah.
2.
Hakekat Manusia
ü Istilah
manusia dalam Al-Qur’an
Menurut Quraish,
al-Qur’an menggunakan istilah yang beragam untuk menyebut manusia. Istilah
tersebut adalah ;
1.
Istilah
yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin, seperti insan, nas dan unas
2.
Istilah/kata
basyar
3.
Istilah/kata
bani Adam dan dzurriyati Adam (Quraish. Ibid. Hal. 178)
ü Sebab-sebab
problem manusia dari aspek dinamika kepribadian manusia menurut Islam
ü
Fitrah
Dari segi
bahasa, kata fithrah terambil dari kata al-fathr yang berarti “belahan”.
Dari makna ini lahir makna “penciptaan” dan kejadian”. Kata ini,
dengan berbagai bentukya, terulang sebanyak 28 kali dalam al-Qur’an.
Separuhnya dalam konteks bumi dan atau langit, sisanya dalam konteks
penciptaan manusia (Quraish Shihab. Ibid. hal 284). Muhammad bin Asyur,
seperti dikutip oleh Quraish shihab, ketika menafsirkan surat Ar-Ruum (30) ayat
30 mengatakan :
الفطرة هي النظام الذي أوجده الله في
كل مخلوق. والفطرة التي تخص نوع الإنسان هي ما خلقه الله عليه جسدا وعقلا
Fitrah adalah bentuk dan system yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk.
Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah
pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta ruhnya) (Quraish
Shihab. Ibid. hal. 285).
ü
Nafs
Dalam
al-Qur’an kata ini memiliki berbagai makna,
totalitas manusia
(QS. Al-Maidah (5). 32,
sesuatu pada
diri manusia yang dapat menghasilkan tingkah laku (QS-Ar-Ra’d (13). 11 dan
kadang
menunjukkan pada “diri Tuhan” (QS. Al-An’am (6). 12).
Nafs adalah
dimensi manusia yang berada antara roh, yang adalah cahaya dan jasmani.Menurut
imam Al Ghozali, nafsu adalah himpunana kedua kekuatan yang ada pada manusia,
yakni marah dan syahwat atau dengan kata lain, kekuatan emosi dan instink.Dalam
kajian tasawuf nafs memiliki dua arti, yakni pertama, kekuatan
hawa nafsu, syahwat, dan perut yang terdapat dalam jiwa manusia, dan merupakan
sumber bagi timbulnya ahlaq. \
Kedua, jiwa
rohani yang bersifat lathifah, rohaniah dan robbaniah.Dan Pada dasarnya wajar saja
manusia memiliki keinginan akan sesuatu selama tidak bertentangan dengan
perintah Allah SWT.
Namun
kebanyakan dari kita mengartikan nafsu itu dari sisi negatif. Dan firman Allah
SWT: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan
diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggal(nya).pada dasarnya manusia tidak bisa lepas yang namanya nafsu karna
sebagai manusia pastinya mempunyai keinginan akan hal tersebut.
Dalam
pandangan al-Qur’an, nafs diciptakan allah dalam keadaan sempurna
untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan
keburukan (QS. Al-Syam (91). 7-8). Disilah letak perbedaan pengertian
nafs menurut al-Qur’an dengan pengertian nafs bagi kaum sufi,
karena mereka mengartikan nafs dengan sesuatu yang melahirkan sifat buruk
dan tercela.
Walaupun
al-Qur’an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan negatif,
namun ada isyarat yang menegaskan bahwa hakekat potensi
positif manusia lebih dominan, tetapi daya tariknya lemah. Sedangkan
potensi negatif adalah sebaliknya. Isyarat lainnya adalah nafsu itu
berperingkat-peringkat, secara eksplisit disebutkan:
o Nafsu lauwwamah
Nafsu ini
tingkatannya lebih tinggi daripada nafsu amarah. Orang yang berada pada tahap nafsu
lawwamah ini sudah tau antara perbuatan yang dilarang dan amal kebajikan. Saat
jatuh pada kejahatan dia masih merasa puas namun disisi lain ia menyesali
perbuatannya itu. Dia Kadang ia berbuat baik dan setelah itu akan kembali
melakukan perbuatan dosa lagi. Orang yang seperti ini masih belum bisa dijamin
masuk surga.
o Ammarah (QS. Yusuf (12). 53) dan
Nafsu ini adalah nafsu yang paling mudah menjerumuskan
manusia kedalanm panasnya api neraka. Orang yang memiliki nafsu ini tentu tidak
kenal dengan yang namanya akhirat. Orang ini senang melakukan perbuatan yang
dilarang asalkan dirinya bisa merasa senang dengan perbuatannya itu.
Mereka yang
memiliki nafsu amarah mudah putus asa jika diuji oleh Allah SWT. Maka dari itu
mereka berlomba-lomba melakukan perbuatan dosa untuk membuat dirinya senang
o Mutmainnah (QS. Al-Fajr (89). 27- 30)
Orang yang
berada dalam tingkatan ini sudah dijamin masuk surga. Sesuai dengan yang
terkandung dalam surat Al-Fajr ayat 27-30 : “Hai jiwa yang tenang, kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai, maka masuklah ke dalam
golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku”.
Orang yang
berada dalam tingkatan ini senantiasa dijauhkan dari rasa cemas dan gelisah
atas segala ketetapan Allah SWT dan selalu merasa sejuk hatinya, tentram
jiwanya,jika dia bisa melakukan suatu amal kebajikan. Hatinya senantiasa rindu
pada Allah SWT.
ü
Qalb
Kata qalb
terambil dari kata yang bermakna “membalik”, karena ia sering berbolak-balik.
Kadang senang kadang susah, kadang menyayangi kadang membenci. Qalb berpotensi
untuk tidak konsisten (lih. QS. Qaf (50). 37, Al-Hadid (57). 27, Ali Imran (3).
151 dan Al-Hujurat (49). 7).
Dari
ayat-ayat tersebut nampak jelas, bahwa Qalb adalah wadah pengajaran,
kasih-sayang, rasa takut dan keimanan. Qalbu adalah tempat menampung yang
disadari oleh pemiliknya. Dan disinilah perbedaannya dengan nafsu yang
menampung hal-hal yang berada dibawah sadar. Dari sini dapat dipahami,
bahwa yang dituntut untuk dipertanggung jawabkan adalah isi qalb,
bukan isi nafsu:
يؤاخذكم بما كسبت قلوبكم
Allah
menuntut tanggung jawab kau menyangkut apa yang dilakukan oleh
qalbmu (QS.
Al-Baqoroh (2). 225).
Qalb adalah
sisi dalam manusia, demikian juga nafsu. Tetapi qalb berada pada tempat
tersendiri yang masuk pada kotak besar nafsu (Quraish Shihab. Ibid.
hal. 290).
ü Ruh
Berbicara
masalah ruh, Allah telah lebih dulu mengingatkan manusia dengan firmannya dalam
Al-Isra’ (17). 85.
ويسئلونك عن الروح, قل الروح من أمر ربي, وما أوتيتم من
العلم إلا قليلا
Dan mereka bertanya
kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “ruh
adalah
urusan Tuhan-ku, kamu hanya diberi ilmu yang sedikit”.
Kata ini
diulang 24 kali oleh al-Qur’an dengan berbagi konteks dan berbagai makna,
dan tidak semuanya berkaitan dengan manusia. Dalam surat Al-Qodar (97) misalnya
menyatakan tentang turunnya malaikat dan ruh pada malam lailatul qodar. Kata
ruh dikaitkan dengan manusia juga dalam konteks yang bermacam-macam, ada yang
hanya diberikan kepada makhluk pilihanNya (QS. Al-Mukmin (40). 15 yang dipahami
sebagai wahyu dan juga diberikan kepada orang mukmin (QS. Al-Mujadalah (58).
22) yang dipahami sebagai dukungan. Dan ada juga yang diberikan kepada seluruh
manusia (QS. Al-Hijr (15). 29).
Ada
hadits yang menyinggung masalah ruh ;
الأراح جنود مجندة فما تعارف منها ائتلف وما تناكر منها
اختلف
Ruh-ruh
adalah himpunan yang terorganisir, yang saling mengenal akan bergabung, dan
yang tidak saling mengenal akan berselisih.
Hadits
diatas diriwayatkan oleh Bukhori dari Aisyah dan Abu Hurairah, oleh Muslim dan
Abu Daud dari Abu Hurairah, dan oleh at-Thobrani dari Ibnu Mas’ud seperti
yang ia tulis dalam kitabnya, al-Kabir (Jalaluddin Abdurrahman. Ibid. Hal.
122-123).
ü
Akal
Kata akal
(‘aql) tidak ditemukan dalam al-Qur’an, yang ada adalah bentuk kata kerja
masa kini dan masa lampau. Dari segi bahasa kata akal (‘aql) berarti tali
pengikat, penghalang. Al-Qur’an menggunakannya sebagai “sesuatu yang mengikat
atau menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan atau dosa”.
Untuk lebih jelasnya perhatikan ayat-ayat berikut :
“Demikian
itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami berikan kepada manusia, tetapi tidak
ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang alim” (QS.
Al-Ankabut (29). 43).
“Dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
sebab yang benar, semoga kamu memiliki dorongan moral untuk meninggalkannya” (QS.
Al-An’am (6). 151).
“Seandainya
kami mendengar dan berakal maka pasti kami tidak termasuk penghuni neraka” (QS.
Al-Mulk (67). 10).
Dari
ayat-ayat diatas dapat dipahami, bahwa akal bisa berarti daya untuk
memahami dan menggambarkan sesuatu, dorongan moral dan daya untuk mengambil
pelajaran, kesimpulan dan hikmah (Quraish Shihab. Ibid. hal 294-295).
3.
Pribadi Tidak Sehat (bermasalah) menurut Al-Qur’an
dan Konseling.
Berdasarkan
konsep konseling, pribadi tidak sehat adalah pribadi yang tidak mampu mengatur
diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Ayat-ayat
Al Qur’an di samping menerangkan tentang pribadi yang tidak mampu mengatur diri
dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, juga
menerangkan pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan
Allah Swt.
1. Tidak Mampu Mengatur Diri dalam
Hubungannya dengan Diri Sendiri
Menurut konsep
konseling seperti yang dikemukakan dalam pendekatan Psikoanalisis,
Eksistensial, Terapi Terpusat pada Pribadi dan Rasional Emotif Terapi, bahwa
pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri
memiliki ciri kepribadian pokok:
(1)
ego tidak berfungsi penuh serta tidak serasinya antara id, ego, dan superego,
(2)
dikuasai kecemasan,
(3)
tertutup (tidak terbuka terhadap pengalaman),
(4)
rendah diri dan putus asa,
(5)
sumber evaluasi eksternal,
(6)
inkongruen,
(7)
tidak mengakui pengalaman dengan tidak bertanggung jawab,
(8)
kurangnya kesadaran diri,
(9)
terbelenggu ide tidak rasional,
(10)
menolak diri sendiri.
Al
Qur’an menerangkan pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya
dengan diri sendiri adalah pribadi yang akal dan kalbunya tidak berfungsi
dengan baik dalam mengendalikan nafsu, sehingga nafsu berbuat sekehendaknya,
penuh emosi, tidak terkendali dan tidak bermoral
ü Q.S Yusuf : 53
“Dan Aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs. Yusuf 53)
Oleh karenanya, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui apa dan
bagaimana keburukan yang ada pada hawa nafsu, ayat-ayat yang menjelaskan
tentangnya serta cara menanggulangi hal itu.
DEFINISI HAWA DAN NAFSU
Hawa maknanya adalah condong kepada sesuatu baik itu suatu kebaikan
ataupun keburukan, condongnya jiwa untuk mengikuti sebuah keinginan. Jamaknya
adalah ahwa’.Hawa juga bisa dimaknai dengan hawa nafsu, yaitu kemauannya.
Firman Allah
“Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan
Sesungguhnya Telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka”. (Qs.
An-Najm 23)
Ibnu Abbas mengatakan “Dinamakan dengan hawa karena menjatuhkan
pelakunya kepada neraka”.
Adapun nafs maknanya adalah jiwa atau ruh. Jamak dari nafs adalah nufus
atau anfus Namun kata nafs ini telah menjadi kalimat yang berkonotasi
negative, yaitu yang bermakna selalu mengajak kepada keburukan. Begitu juga
dengan hawa. Hal ini juga sebagaimana telah disinyalir dalam Al Quran surat,
yang mana memang pada asalnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan,
“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs.
Yusuf 53)
Ibnu Katsir berkata: “Yaitu (nafsu itu selalu menyuruh kepada
keburukan) kecuali nafsu yang Allah menjaganya (dari keburukan )”. Sesungguhnya
nafsu itu selalu memerintahkan kepada sesuatu yang diinginkannya, meskipun ia
menyuruh kepada sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah ta’ala, kecuali Allah
memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya, maka Dia
menyelamatkannya dari mengikuti hawa nafsu dan mentaatinya dari
keburukan-keburukan yang diperintahkannya. Sesungguhnya Allah Maha memaafkan
dari dosa-dosa bagi siapa yang bertaubat dari dosa tersebut dengan tidak
menyiksanya. Adapun secara istilah yaitu yang menyelisihi petunjuk; kecondongan
jiwa kepada apa yang diinginkannya, kecondongan hati kepada apa yang dicintainya
meskipun hal itu keluar dari hukum-hukum syari’at. Maka setiap yang apa yang
keluar dari yang diwajibkan oleh kitab dan sunnah maka berati itulah hawa. Dan
ssetiap orang yang tidak mengikuti ilmu dan yang haq maka ia adalah shohibul
hawa, Allah berfirman
’Dan Sesungguhnya kebanyakan
(dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu
mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui
orang-orang yang melampaui batas’’. (QS. Al-An’am 119)
Manusia terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok dikalahkan oleh
jiwanya kemudian dikuasai dan dihancurkannya, maka jadilah kelompok ini tunduk
di bawah perintah-perintah jiwanya. Dan kelompok yang lain mereka bisa
mengalahkan dan menguasai jiwa-jiwa mereka, maka jadilah jiwa mereka itu
taat kepada mereka dan patuh terhadap perintah-perintah mereka. Di dalam
Al Qur’an Allah telah memberikan 3 sifat kepada jiwa yaitu : Al-muthmainnah
(jiwa yang tenang). Qs. Al-Fajr 27-30. Al-lawwamah (jiwa yang mencela dirinya
sendiri). Qs. Al-Qiyamah 2. Ammarotum bissu’ (yang selalu menyuruh kepada
keburukan). Qs. Yusuf 53
2.
Tidak
Mampu Mengatur Diri dalam Hubungannya dengan Orang Lain
Menurut konsep
konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Adler, Terapi Behavioral,
Transaksional, dan Terapi realita, bahwa pribadi yang tidak mampu mengatur diri
dalam hubungannya dengan orang lain memiliki ciri-ciri kepribadian pokok:
(1) egois dan tidak mau menyumbang dan lebih
suka menerima,
(2) memandang diri sendiri benar sedang
orang lain tidak (jelek),
(3) tidak konstruktif, dan
(4) memenuhi kebutuhan sendiri dengan
tidak peduli (merampas) hak orang lain.
Al Qur’an menerangkan,
pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan orang lain
adalah pribadi yang :
Bakhil
dalam arti egois dan tidak mau menyumbang atau membelanjakan hartanya di jalan
kebajikan
ü Ali-Imran:175,
إِنَّمَا
ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ.
Sesungguhnya
mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya,
karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika
kamu (memang benar-benar beriman)
Tafsir : di ayat ini, Allah memberitahukan kepada kita bahwa perang saraf dan opini
yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang kafir untuk meredam
semangat orang beriman, semua itu bersumber dari bisikan setan. Setan lah yang
mengomandani perbuatan mereka. Oleh karena itu seorang mukmin tidak boleh takut
kepada selain Allah.Tidak boleh takut kepada setan dan balatentaranya yaitu
orang-orang kafir, munafik dan musyrik yang selalu menakut-nakuti orang mukmin
dalam memperjuangkan agamanya.
ü Muhammad: 38)
Ingatlah, kamu ini
orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di
antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah
kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah
orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia
akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu
ini.
(Ingatlah kalian) wahai, kalian ingatlah
(kalian ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan harta kalian pada jalan
Allah) maksudnya untuk menafkahkan apa yang telah diwajibkan atas kalian, yaitu
zakat.
(Maka di antara kalian ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri) lafal Bakhila dapat bermuta'addikan 'Ala atau 'An, untuk itu dapat dikatakan Rakhila 'Alaihi dan Bakhila 'Anhu.
(Dan Allahlah Yang Maha Kaya) artinya, tidak membutuhkan infak kalian (sedangkan kalianlah orang-orang yang berhajat) kepada-Nya (dan jika kalian berpaling) dari taat kepada-Nya (niscaya Dia akan mengganti kalian dengan kaum yang lain) Dia akan menjadikan yang lain sebagai pengganti kalian (dan mereka tidak akan seperti kalian) tidak akan berpaling dari taat kepada-Nya, bahkan mereka benar-benar akan taat kepada-Nya.
(Maka di antara kalian ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri) lafal Bakhila dapat bermuta'addikan 'Ala atau 'An, untuk itu dapat dikatakan Rakhila 'Alaihi dan Bakhila 'Anhu.
(Dan Allahlah Yang Maha Kaya) artinya, tidak membutuhkan infak kalian (sedangkan kalianlah orang-orang yang berhajat) kepada-Nya (dan jika kalian berpaling) dari taat kepada-Nya (niscaya Dia akan mengganti kalian dengan kaum yang lain) Dia akan menjadikan yang lain sebagai pengganti kalian (dan mereka tidak akan seperti kalian) tidak akan berpaling dari taat kepada-Nya, bahkan mereka benar-benar akan taat kepada-Nya.
Tidak
mau saling menolong (ta’awun) atau lebih suka menerima daripada memberi
ü (Al-Ma’arij:19-21)
Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebahagiaan ia amat kikir” (QS.
Al-Ma’arij 19-21).
memiliki
sifat marhun dan takabbur yaitu sifat sombong dan merasa diri lebih besar dan
berharga daripada orang lain
ü Al-Isra: 37
“Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung”.
Tafsir : Janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan sombong dan merasa paling besar. Karena
sungguh meskipun kamu melakukan kesombongan itu, sekeras-kerasnya hentakan
kakimu tetap tidak akan bisa menembus bumi. Demikian pula, kendatipun kamu
tinggikan dirimu tanda kesombongan, ketinggianmu itu tetap tidak akan sampai
menyejajari tingginya puncak gunung.
ü Luqman:18
“Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.(Q.S Lukman 18)
Orang
yang memiliki sifat ini akan mudah melakukan hal-hal yang negatif terhadap
orang lain, seperti su’us zhan (berpikir negatif), tajassus yaitu suka
mencari-cari kesalahan orang lain, sedang kesalahan sendiri tidak diperhatikan,
ghibah
yaitu menggunjing sesama dan sebagainya
ü Q.S. Al-Hujurat:12
Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Q.S al-Hujura : 12).
Tafsir
Dalam ayat-ayat yang
lalu, Allah SWT melarang kaum muslimin dan muslimat mengolok-olokkan orang
lain, mencela diri sendiri, dan memanggil orang-orang lain dengan gelar-gelar
yang buruk, maka dalam ayat berikut ini Allah SWT melarang pula mereka dari
berburuk sangka dan bergunjing agar terpelihara persaudaraan dan mengeratkan
tali persahabatan dalam Islam.
Dalam ayat ini, Allah
SWT memberi peringatan kepada orang-orang beriman, supaya mereka menjauhkan
diri dari prasangka terhadap orang-orang yang beriman dan jika mereka mendengar
sebuah kalimat yang keluar dari mulut saudaranya mukmin, maka kalimat tersebut
harus diberi tanggapan yang baik, ditunjukkan kepada pengertian yang baik, dan
jangan sekali-kali timbul salah paham, apa lagi menyelewengkannya sehingga
menimbulkan fitnah dan prasangka.
Allah berfirman melarang
hamba-hambanya yang beriman berprasangka yang bukan pada tempatnya terhadap
keluarganya, familinya dan terhadap orang lain, karena sebagian dari prasangka
itu merupakan perbuatan yang membawa dosa dan janganlah kamu mengintai dan
mencari-cari kesalahan orang lain. Allah memperumakan orang yang menggunjing
sesama saudaranya yang mukmin, seperti orang yang memakan daging saudaranya
yang sudah mati. Tentu tidak seorang pun diatara kamu suka berbuat demikian,
maka bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha penerima taubat lagi
Maha penyayang.
a.
Allah melarang orang-orang yang beriman berburuk sangka, mencari-cari
kesalahan orang lain, dan bergunjing.
b.
Allah SWT memberikan perumpamaan, orang yang suka bergunjing itu seperti
orang yang memakan daging saudaranya yang sudah mati.
c. Allah SWT memerintahkan supaya tetap bertakwa karena Dia adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Di
samping itu, juga pribadi yang senang melihat orang lain susah, enggan
melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu menyuruh berbuat baik dan mencegah
kejahatan dengan kata lain adalah pribadi yang tidak konstruktif
ü An-Nur:19
"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar
(berita) perbuatan yang keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman,
bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui,
sedangkan kamu tidak mengetahui."
Ayat ini adalah sebagian dari ayat yang mengisahkan tentang peristiwa yang sempat menjadi angin kencang dalam bahtera kehidupan berumah tangga Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Fitnahan keji yang disebarkan oleh orang-orang munafik di kalangan kaum muslimin ketika itu, mengguncang hebat kehidupan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka turunlah ayat-ayat surat an-Nuur ini untuk menyatakan bersihnya 'Aisyah Radhiyallahu 'anha dari semua fitnahan keji itu. Kaum muslimin yang lalai dalam hal ini diperingatkan oleh Allah agar tidak mengulangi perbuatan yang sama, dan bahwa perkara ini bukanlah perkara enteng yang tak bermakna. Perkara ini adalah perkara besar yang akan merusak kehormatan dan kemuliaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pembawa risalah. Tentu saja jika hal itu terjadi akan mempengaruhi penyampaian risalah dan dakwah yang diemban oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Orang-orang munafik yang menyebarkan fitnahan ini pasti akan Allah balas dengan siksaan yang pedih di dunia mau pun di akhirat. Allah juga mewanti-wanti kaum muslimin agar berhati-hati terhadap mereka. Selanjutnya, Allah dalam ayat yang kita kaji kali ini menerangkan akibat dari orang-orang yang ingin kekejian tersebar di kalangan kaum muslimin, bahwa mereka akan disiksa di dunia dan di akhirat dengan siksaan yang pedih. Ini sekaligus ancaman bagi yang belum berbuat agar tidak berbuat fitnahan dan kekejian serta tidak menyebarkannya. Jika kekejian ini tersebar di masyarakat, banyak yang akan hancur, baik moral, tatanan sosial, garis keturunan, iman, dan sebagainya. Kalau Allah sudah mengancam orang yang memfitnah Ummul Mu'minin 'Aisyah Radhiyallahu 'anha dengan azab yang pedih.
Ayat ini adalah sebagian dari ayat yang mengisahkan tentang peristiwa yang sempat menjadi angin kencang dalam bahtera kehidupan berumah tangga Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Fitnahan keji yang disebarkan oleh orang-orang munafik di kalangan kaum muslimin ketika itu, mengguncang hebat kehidupan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka turunlah ayat-ayat surat an-Nuur ini untuk menyatakan bersihnya 'Aisyah Radhiyallahu 'anha dari semua fitnahan keji itu. Kaum muslimin yang lalai dalam hal ini diperingatkan oleh Allah agar tidak mengulangi perbuatan yang sama, dan bahwa perkara ini bukanlah perkara enteng yang tak bermakna. Perkara ini adalah perkara besar yang akan merusak kehormatan dan kemuliaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pembawa risalah. Tentu saja jika hal itu terjadi akan mempengaruhi penyampaian risalah dan dakwah yang diemban oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Orang-orang munafik yang menyebarkan fitnahan ini pasti akan Allah balas dengan siksaan yang pedih di dunia mau pun di akhirat. Allah juga mewanti-wanti kaum muslimin agar berhati-hati terhadap mereka. Selanjutnya, Allah dalam ayat yang kita kaji kali ini menerangkan akibat dari orang-orang yang ingin kekejian tersebar di kalangan kaum muslimin, bahwa mereka akan disiksa di dunia dan di akhirat dengan siksaan yang pedih. Ini sekaligus ancaman bagi yang belum berbuat agar tidak berbuat fitnahan dan kekejian serta tidak menyebarkannya. Jika kekejian ini tersebar di masyarakat, banyak yang akan hancur, baik moral, tatanan sosial, garis keturunan, iman, dan sebagainya. Kalau Allah sudah mengancam orang yang memfitnah Ummul Mu'minin 'Aisyah Radhiyallahu 'anha dengan azab yang pedih.
pribadi
yang dalam memenuhi kebutuhannya sendiri dengan tidak menghargai atau
mengorbankan hak orang lain, seperti berbisnis dengan riba, memperoleh harta
dengan jalan batil, yaitu curang, menipu, mengurangi takaran dan timbangano
dalan berjual beli, menunda-nunda pembayaran upah buruh, dan sebagainya
ü Ali-Imran: 130
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”
ü Al-Baqarah: 278
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman”
Dengan ayat ini, Allah
memerintahkan hambanya untuk beriman dan bertakwa melalui meninggalkan sesuatu
yang dapat menjauhi hambanya dari keridhaan-Nya. Makna dari “tinggalkan sisa
riba” di sini adalah tinggalkanlah hartamu yang merupakan kelebihan dari pokok
yang harus dibayarkan oleh orang lain. Pada ayat selanjutnya, dijelaskan pula
bahwa apabila sisa riba tersebut tidak ditinggalkan oleh orang-orang yang
beriman, maka Allah dan Rasul-Nya akan memerangi pada pengambil riba tersebut.
Dan ayat selanjutnya pula menjelaskan bahwa apabila terdapat orang yang sedang
berhutang sedang mengalami kesulitan dalam melunasi hutangnya, hendaknya
diberikan penangguhan hingga dirinya memiliki kelapangan harta. Apabila orang
tersebut tidak mampu membayarnya, akan lebih baik untuk direlakan dan akan
dianggap sebagai sedekah di sisi Allah.
Dengan prinsip
membebaskan orang dari kesulitan, riba menjadi salah satu hal yang sangat
dilarang untuk dipraktekkan dan dijanjikan untuk diperangi oleh Allah dan
Rasul-Nya apabila orang-orang beriman tidak meninggalkannya setelah diberikan peringatan.
Meminta tambahan atas keterlambatan pelunasan merupakan praktek riba, walaupun
terkadang hal tersebut dilakukan untuk mendorong orang tersebut supaya cepat
melunasi hutangnya, namun hal tersebut merupakan hal yang buruk di sisi Allah
karena menyedekahkannya dengan tujuan meringankan beban orang yang berhutang
adalah jauh lebih baik dan mendatangkan keridhaan-Nya.
Demikian sedikit
penafsiran yang beberapa diambil dari ringkasan tafsir Ibnu Katsir.
ü An-Nisa:161
“dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu
siksa yang pedih”
ü Al-Baqarah: 188, dan
ü An-Nisa: 29).
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29)
Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah
kalian memakan harta-harta kalian di antara kalian dengan cara yang batil,
kecuali dengan perdagangan yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian
membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada
kalian.”
Ayat ini menerangkan
hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transaksi perdagangan, bisnis
jual beli. Sebelumnya telah diterangkan transaksi muamalah yang berhubungan
dengan harta, seperti harta anak yatim, mahar, dan sebagainya. Dalam ayat ini
Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan
segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan jalan yang batil,
yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh melakukan transaksi
terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha,
saling ikhlas. Dan dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik
membunuh diri sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini,
sebagai wujud dari kasih sayang-Nya, karena Allah itu Maha Kasih Sayang kepada
kita
3. Tidak Mampu Mengatur Diri dalam
Hubungannya dengan Lingkungan.
konsep konseling
seperti dikemukakan dalam Terapi Adeler dan Terapi Behavioral, bahwa pribadi
yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan lingkungan adalah
pribadi yang tidak mampu berinteraksi dan mengelola lingkungannya secara baik,
sehingga bisa melakukan hal-hal yang membuat lingkungan menjadi rusak.
Senada dengan konsep
konseling di atas, Al Qur’an menerangkan bahwa pribadi yang tidak mampu
mengatur diri dalam hubungannya dengan lingkungan adalah pribadi yang tidak
mampu berinteraksi denganlingkungannya secara baik, sehingga ia tidak peduli
dengan kerusakan lingkungan, atau ikut berbuat sesuatu yang bisa merusak
lingkungannya, sekaligus tidak mampu membuat lingkungannya menjadi kondusif
bagi kehidupan Al Qur’an mengungkapkan bahwa terjadinya kerusakan di bumi ini adalah
karena perbuatan manusia
ü (Ar-Ruum: 41,
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S Ar-rum 41)
menurut
tafsir al mu'tabar
QS AR RUM
ayat 41 menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi tidak lain
karena ulah manusia itu sendiri yaitu melalkukan peperangan di luar koridoridor
syariat allah. dalam peperangan itu manusia membunuh manusia yang oleh Allah
dilindungi hak hidupnya, bahkan merusak segala tatanan alam yang ada.
bisa menjadi
dalil tentang kewajiban tentang melestarikan lingkungan hidup, sebab terjadinya
berbagai macam bencana juga karena ulah manusia yang mengeksploitasi alam tanpa
di imbangi dengan upaya pelestarian.
Terlebih
dahulu dalam QS AR RUM ayat 40 telah disebutkan bahwa perilaku
orang-orang musyrik tidak ada lain adalah bertuhan ganda. perbuatan syirik ini
di tuding oleh allah salah satu faktor utama timbulnya kerusakan di muka bumi.
maka kedua ayat (QS AR RUM ayat 41-42) lebih lanjut menjelaskan bahwa
tidak sedikit manusia dari kalangan bangsa-bangsa terdahulu menginjak-injak
hukum allah dengan malakukan berbagai bentuk perbuatan maksiat. di kalangan
mereka telah merajalela kezaliman dan keserakahan, yang kuat merampas hak-hak
kaum lemah. karena itu, kepada mereka allah tumpahkan azabnya tanpa satu pun
manusia yang mampu mengelaknya.
kedua ayat
dimuka merupakan satu paket "ajaran samawi" untuk menumbuhkan
kesadaran bahwa kerusakan tatanan alam dan lingkungan di muka bimi ini pada
hakekatnya bersumber dari kerusakan yang terjadi pada diri manusia seperti :
1. kerusakan iman : syirik
2. kerusakan fitrah : mengabaikan hukum-hukum allah
3. kerusakan akal fikiran : menghalalkan segala cara
4. kerusakan moral : melanggar susila, budaya dan
peradaban.
4.
Tidak
Mampu Mengatur Diri dalam Hubungannya dengan Allah Swt.
Konsep konseling tidak ada
menerangkan hal ini. Menurut Al Qur’an, pribadi yang tidak mampu mengatur diri
dalam hubungannya dengan Allah antara lain adalah :
pribadi
yang kufur dan syirik. Pribadi kufur adalah pribadi yang tidak beriman dan
enggan menjalankan syari’at Allah (hukum-hukum Allah), termasuk juga sebagai
kufur orang yang dengan sengaja tidak mau menjalankan ibadah kepada Allah Swt.,
dan tidak menerima dengan syukur atas segala nikmat yang diberikan Allah (kufur
nikmat). Dalam melakukan muamalah orang yang memiliki kepribadian kufur
cenderung berlaku zhalim, mementingkan diri sendiri tanpa memperhatikan hak
orang lain
ü Al Baqarah: 6,
Sesungguhnya orang-orang yang bersikeras/ngotot dalam mengingkari risalahmu wahai Muhammad, serta mengingkari juga ayat-ayat yang jelas yang engkau bawa padahal kebenaran bagi mereka sudah jelas disamping tidak adanya syubhat/kesamar-samaran serta keyakinan mereka bahwa engkau adalah orang yang jujur ; (namun begitu) peringatanmu kepada mereka tidak akan bermanfaat sama sekali bagi mereka karena mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka belaka.
ü Maryam: 59
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضاعُوا الصَّلاةَ وَ
اتَّبَعُوا الشَّهَواتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Tetapi datang sesudah mereka suatu keturunan yang mereka telah melalaikan
sembahyang dan memperturutkan syahwat; maka mereka itu akan bertemu kesesatan.
Bahaya
melalaikan sembahyang inilah yang diperingatkan benar-benar oleh Nabi kita
Muhammad s.a.w. di kala beliau akan meninggal dunia. Adalah dua perkara yang sangat
beliau pesankan. Pertama sembahyang, kedua darihal urusan perempuan.
Menurut riwayat dari Abu Ubaidah, yang diterimanya dari Hajjaj, dia menerima dari Ibnu Juraij, dan dia ini menerima dari Mujahid. Mujahid mentafsirkan ayat ini: "Bahwa hal demikian, yaitu melalaikan sembahyang akan kejadian bila kiamat telah dekat clan bila ummat Muhammad yang shalih sudah sama meninggal, yang satu mengelakkan diri dari yang lain dan pergi ke lorong-lorong tempat berzina."
Menurut riwayat dari Abu Ubaidah, yang diterimanya dari Hajjaj, dia menerima dari Ibnu Juraij, dan dia ini menerima dari Mujahid. Mujahid mentafsirkan ayat ini: "Bahwa hal demikian, yaitu melalaikan sembahyang akan kejadian bila kiamat telah dekat clan bila ummat Muhammad yang shalih sudah sama meninggal, yang satu mengelakkan diri dari yang lain dan pergi ke lorong-lorong tempat berzina."
Abdullah bin Mas'ud dan al-Qasim
bin Mukahimarah menafsirkan: "Yaitu yang melalaikan waktu-waktunya dan
tidak mendirikan kewajiban-kewajiban sembahyang itu dengan benar, dan bahwa
jika pun engkau kerjakan sembahyang padahal rukun syaratnya itu tidak engkau
penuhi tidaklah sah sembahyangmu itu dan tidaklah diberi pahala." Dan
kepada orang yang mengerjakan sembahyang seperti itu Nabi pernah mengatakan:
"Kembali dan sembahyang! Karena tadi engkau belum sembahyang." Beliau
peringatkan itu kepada orang tersebut sampai tiga kali. Demikian menurut sebuah
Hadits yang dirawikan oleh Muslim. Huzaifah pernah bertemu orang sembahyang
semacam itu. Yaitu sembahyang secara kilat saja, banyak yang patut-patut yang
dia tinggalkan. Lalu beliau bertanya: "Sudah berapa lama engkau sembahyang
semacam ini?" Orang itu menjawab: "Sudah 40 tahun!" Maka
berkatalah beliau: "Engkau belum pemah sembahyang dan kalau engkau mati
dengan sembahyang seperti ini, engkau mati bukan dalam agama Muhammad."
Hadits ini dirawikan Bukhari, lapalnya pun ada pada an-Nasa'i.
Dan menurut sebuah Hadis yang dirawikan oleh Termidzi yang diterima dari Abu Mas'ud al-Anshari, berkata Rasulullah s.a.w.:
Dan menurut sebuah Hadis yang dirawikan oleh Termidzi yang diterima dari Abu Mas'ud al-Anshari, berkata Rasulullah s.a.w.:
"Tidak diberi pahala
sembahyang yang tidak didirikan oleh orang itu."
Artinya tidak sempurna ruku'nya dan sujudnya.
Imam asy-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq bin Ruaihi berpendapat bahwa sembahyang yang tidak disempurnakan ruku'nya dan sujudnya ltu tidaklah sah.
Di dalam Hadits pun tersebut ketika orang bertanya kepada Rasulullah s.a.w. apakah amalan yang paling baik? Beliau menjawab: "Sembahyang di awal waktunya."
Maka termasuklah pula dalam golongan orang yang melalai kan sembahyang, orang yang selalu sembahyang seketika waktu telah hampir habis. Dengan kebiasaan yang demikian, ditakutilah kemantapan dalam jiwa orang yang demikian akan hilang.
Artinya tidak sempurna ruku'nya dan sujudnya.
Imam asy-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq bin Ruaihi berpendapat bahwa sembahyang yang tidak disempurnakan ruku'nya dan sujudnya ltu tidaklah sah.
Di dalam Hadits pun tersebut ketika orang bertanya kepada Rasulullah s.a.w. apakah amalan yang paling baik? Beliau menjawab: "Sembahyang di awal waktunya."
Maka termasuklah pula dalam golongan orang yang melalai kan sembahyang, orang yang selalu sembahyang seketika waktu telah hampir habis. Dengan kebiasaan yang demikian, ditakutilah kemantapan dalam jiwa orang yang demikian akan hilang.
ü At-Taubah: 35
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu".
ü An Nisa: 168).
Di
samping kekufuran, kesalahan yang sangat fatal terhadap Allah Swt. adalah
syirik, yaitu “menyekutukan Tuhan”. Orang yang kena penyakit syirik ini
meyakini bahwa Allah Swt adalah Tuhannya, namun amal perbuatannya
diorientasikan bukan untuk Allah, melainkan untuk sesuatu yang lain, seperti
kepada roh halus, atau semata-mata untuk manusia, baik dalam melakukan ibadah
maupun dalam bermuamalah
ü An Nisa: 48, 36, dan
ü Al Kahfi: 110).
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan perbuatan yang baik dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi: 110)
Pada
Kebiasaanya pada diri manusia itu ada kecenderungan berprilaku atau bersifat
Hewani, maka dalam ayat ini disebutkan dengan menggunakan kata (بشر), Bukan
( انسان ), perbedaan antara kata بشر dan انسان adalah apabila بشر kecenderungan kepada hal-hal yang bersifat fisik atau berkulit
sedangkan انسان
lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat kejiwaan.
Dalam
tafsir ayat ini disebutkan bahwa kita sebagai manusia biasa terdapat suatu
kesamaan dan perbedaan dengan Nabi,) مثلكم) yaitu sama-sama manusia ( (بشر tetapi ada pada diri Nabi sisi kelebihannya yaitu diberi Wahyu,
dengan menggunakan kata (يوحي) mabni majhul yang berarti diberi wahyu bukan mendapatkan wahyu,
dalam hal ini Nabi diberikan Wahyu oleh Allah sebagai tugas yang diembannya
untuk disampaikan pada umatnya.
Dalam kandungan tafsir ayat ini juga terdapat suatu kemungkinan bagi manusia biasa untuk dapat bertemu dengan Tuhannya dialam dunia ini, Manusia bisa saja bertemu dengan Allah di dunia, hal ini sesuai dengan makna firman Allah:
فمن كان يرجوا لقاء ربه
“Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya,”
Tapi bukan berarti bertemu dengan Tuhannya secara nyata atau dengan penglihatan mata telanjang, akan tetapi manusia dapat berjumpa dengan Tuhannya dengan beberapa cara yakni dengan cara menggunakan mata batinnya pada saat melakukan Shalat dalam keadaan khusyu’, keterangan potongan ayat tersebut di atas ada korelasinya dengan ayat
الذين يظنون انهم ملقواربهم وانهم اليه راجعون
Artinya: (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 46)
Hal yang sangat aneh apabila manusia kelak di akhirat nanti menginginkan bertemu dengan Tuhannya, tapi di dunia ini tidak pernah bertemu dengan Allah, Jadi tidak akan mungkin seseorang akan bertemu dengan Allah kelak di akhirat nanti apabila di dunia ini ia belum pernah bertemu dengan Allah dengan mata batinnya dalam shalatnya yang khusya’. Maka manusia dituntut untuk selalu berbuat kebaikan dan berkarya yang baik lagi bermanfaat sebagai suatu target dan tujuan dalam penghambaan terhadap Allah.
فليعمل عملا صالحا ولايشرك بعبادة ربه احدا
“Maka hendaklah ia mengerjakan perbuatan yang baik dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"
Dalam hidup ini kita dianjurkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya dan hendaknya mempunyai suatu karya terbaik yang dapat selalu dikenang, dimanfaatkan dan dirasakan oleh semua orang sebagai suatu perwujudan pengabdian diri manusia terhadap Tuhannya, yang merupakan suatu target dalam hidup didunia untuk mengabdi kepada Allah. Semoga kita semua sebagai makhluk yang baik selalu berbuat baik untuk dunia ini dan dapat mempunyai suatu karya yang dapat dikenang dan dimanfaatkan oleh sesamanya.
Dalam kandungan tafsir ayat ini juga terdapat suatu kemungkinan bagi manusia biasa untuk dapat bertemu dengan Tuhannya dialam dunia ini, Manusia bisa saja bertemu dengan Allah di dunia, hal ini sesuai dengan makna firman Allah:
فمن كان يرجوا لقاء ربه
“Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya,”
Tapi bukan berarti bertemu dengan Tuhannya secara nyata atau dengan penglihatan mata telanjang, akan tetapi manusia dapat berjumpa dengan Tuhannya dengan beberapa cara yakni dengan cara menggunakan mata batinnya pada saat melakukan Shalat dalam keadaan khusyu’, keterangan potongan ayat tersebut di atas ada korelasinya dengan ayat
الذين يظنون انهم ملقواربهم وانهم اليه راجعون
Artinya: (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 46)
Hal yang sangat aneh apabila manusia kelak di akhirat nanti menginginkan bertemu dengan Tuhannya, tapi di dunia ini tidak pernah bertemu dengan Allah, Jadi tidak akan mungkin seseorang akan bertemu dengan Allah kelak di akhirat nanti apabila di dunia ini ia belum pernah bertemu dengan Allah dengan mata batinnya dalam shalatnya yang khusya’. Maka manusia dituntut untuk selalu berbuat kebaikan dan berkarya yang baik lagi bermanfaat sebagai suatu target dan tujuan dalam penghambaan terhadap Allah.
فليعمل عملا صالحا ولايشرك بعبادة ربه احدا
“Maka hendaklah ia mengerjakan perbuatan yang baik dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"
Dalam hidup ini kita dianjurkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya dan hendaknya mempunyai suatu karya terbaik yang dapat selalu dikenang, dimanfaatkan dan dirasakan oleh semua orang sebagai suatu perwujudan pengabdian diri manusia terhadap Tuhannya, yang merupakan suatu target dalam hidup didunia untuk mengabdi kepada Allah. Semoga kita semua sebagai makhluk yang baik selalu berbuat baik untuk dunia ini dan dapat mempunyai suatu karya yang dapat dikenang dan dimanfaatkan oleh sesamanya.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Wawasan
Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Mizan. Bandung.
2001.
maantul
ReplyDelete