Oleh: Sri Palupi, S.Sos.I
Dalam perkembangan laki-laki dan wanita ini masing-masing
mempunyai karakteristik yang berbeda. Seorang gadis kecil yang beranjak dewasa akan
ditandai dengan menarche, yang
berarti telah datang masa suburnya.[1] Sedangkan
berlalunya masa subur seorang wanita ditandai dengan berhentinya haid untuk
selamanya, atau disebut dengan istilah menopause.
Pada laki-laki, fase masa suburnya ditandai dengan ‘kejadian’ mimpi basah. Masa
subur laki-laki tersebut tak pernah berhenti sampai masa tuanya, hanya saja ia
mengalami penurunan dalam kuantitas produksi spermanya jika dibandingkan dengan
masa mudanya.[2]
Persoalan menopause pada dua dekade lalu belum banyak
dibicarakan. Bahkan sampai saat ini pun bagi sebagian orang “isu“ menopause
dianggap terlalu mengada-ada.[3]
Menopause dianggap sebagai hal yang alami, termasuk gangguan fisik yang
menyertai.[4]
Perilaku wanita menopause banyak disoroti dalam kaitannya dengan pembicaraan
mengenai para wanita lansia (lanjut usia).[5]
Tapi masih jarang yang mengkaji dalam kaitannya dengan nilai-nilai atau
steorotip yang berlaku dalam masyarakat.[6]
Kajian-kajian tentang menopause selama ini tersita pada disiplin ilmu
kedokteran saja. Kajian dengan menggunakan perspektif disiplin ilmu yang lain,
seperti psikologi, masih jarang dilakukan.
Persoalan menopause berkaitan dengan dua aspek sekaligus,
fisik dan psikologis. Karenanya, sangat diperlukan studi-studi multifaktor yang
bertujuan mendapatkan pendekatan multifaktoral dalam menangani problema wanita
menopause.[7]
Sejauh pengamatan penulis, studi yang secara khusus mengamati fenomena
menopause dengan pendekatan ilmu psikologi masih jarang dilakukan––untuk tidak
menyebutnya tidak ada. Termasuk
studi yang menggunakan pendekatan konsep bimbingan dan konseling Islam. Tulisan
ini mencoba menelaah konsep bimbingan dan konseling Islam dalam kaitannya
dengan persoalan psikologis wanita menopause. Dengan demikian diharapkan bisa
melihat problematika menopause pada sisi yang lain.
Menopause
adalah proses fisiologis normal yang akan dialami setiap wanita. Dalam masa ini
terjadi perubahan pada organ tubuh dan kejiwaan (psikis). Secara fisik sistem
organ (alat) berangsur-angsur mengalami kemunduran (degradasi) secara
struktural dan fungsional. Hal ini membawa perubahan anatomis, fisiologis dan
biokimiawi pada organ. Sedangkan secara psikologis, perubahan pada wanita
menopause terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba
berhenti. Biasanya peristiwa ini ditandai dengan terjadinya rasa panas dalam
tubuh (hot flushes), perasaan mudah
cemas dan mudah berkeringat. Secara medis, pengertian menopause menunjuk pada
suatu keadaan berhentinya menstruasi.[8] Sebelum seorang wanita memasuki masa menopause, ia
mengalami perubahan-perubahan fisik pada tubuhnya, yang ditandai dengan
menurunnya produksi hormon, menstruasi tidak teratur, dan keadaan fertilitas
digantikan dengan infertilitas.[9]
Menopause merupakan proses fisiologis (normal) yang akan
dialami oleh semua makhluk hidup termasuk manusia. Dalam masa itu terjadi
perubahan yang menyangkut seluruh organ tubuh.[10]
Semua sistem organ (alat) berangsur-angsur mengalami kemunduran (degradasi)
baik struktural maupun fungsional, sampai kemudian tidak berfungsi sama sekali
(mati). Proses menjadi tua ini berlangsung terus menerus secara kontinyu
(berkesinambungan) dan berangsur-angsur membawa perubahan anatomis, fisiologis
dan biokimiawi pada jaringan atau organ yang akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan badan secara keseluruhan, hingga akhirnya berhenti berfungsi atau
mati.[11]
Disamping perubahan fisik, menopause juga menimbulkan
perubahan secara psikologis. Hal ini
terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba berhenti.[12] Biasanya hal ini ditandai dengan terjadinya rasa
panas dalam tubuh (hot flushes),
perasaan mudah cemas dan mudah berkeringat.[13] Dalam masa ini wanita menopause sering
mengalami depresi (menopausal depression)
yang ditandai dengan the emptyness
syndrom. Sindrom ini muncul dalam bentuk
perilaku yang seringkali berada di luar kontrol dan susah dimengerti oleh lawan
interaksinya. Secara psikis sindrom ini terjadi karena wanita kehilangan peran
reproduksinya,[14] disamping dipengaruhi
oleh terjadinya berbagai perubahan yang menimbulkan keluhan-keluhan fisik dan
psikologis, seperti terjadi sakit pada punggung dan kepala, badan panas,
keringat malam, pikiran kacau, vagina mengering dan menciut[15]
dan kulit mulai mengeriput.[16] Keadaan-keadaan
tersebut secara psikologis sangat menekan[17]
meskipun ada juga wanita yang tidak merasakan apa-apa atau tidak ada
keluhan-keluhan fisik saat datangnya menopause.[18]
Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri berarti datangnya
masa tua. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid,[19]
sering dianggap momok dalam kehidupan wanita. Masa ini umumnya terjadi pada
usia 50-an tahun. Masa ini mengingatkan wanita terhadap proses menjadi tua yang
disebabkan oleh organ reproduksinya yang tidak berfungsi lagi. Pada masa menopause
ini sel telur tidak diproduksi lagi oleh indung telur yang menyebabkan wanita
tidak subur lagi, sehingga tidak dapat hamil. Menopause terjadi dalam masa klimakterium, sebuah
masa dimana terjadi peralihan dari fase reproduktif ke fase non-reproduktif.[20] Datangnya menopause sendiri sangat individual
(variatif) sifatnya, mamun umumnya berkisar pada umur 48-55 tahun.
Peralihan dari
haid menjadi tidak haid, otomatis menyebabkan perubahan pada organ reproduksi[21] seperti terjadinya perubahan
fungsi indung telur yang berpengaruh pada produksi hormon-hormon (esterogen, progesteron, androgen) dalam
tubuh wanita. Dari sisi kosmetis juga banyak kemunduran karena elastisitas
kulit menurun dan pigmen pada rambut berkurang, yang menimbulkan pengeriputan
pada kulit, dan rambut menjadi beruban. Selain itu produksi hormon pada masa
klimakterium menjadi tidak menentu. Perubahan ini memunculkan berbagai gejala
berupa keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksi maupun
organ tubuh secara umum. Perubahan fisik pada menopause, biasanya juga diikuti
dengan keluhan psikis, yang akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan
psikologis. Perubahan fisik pada masa menopause ditandai dengan berbagai gejala
seperti berkurangnya ketajaman indra, berkurangnya pigmen rambut yang
menyebabkan rambut berwarna putih, berkurangnya elastisitas kulit, dan
gangguan-gangguan kesehatan tidak berbahaya seperti sakit kepala, sakit pinggang,
hot flushes, dll. Namun,
menopause dapat menimbulkan penyakit berbahaya seperti dimensia, osteoporosis,
kanker, dan stroke.
Pada masa
menopause secara perlahan produksi hormon akan menurun, sampai akhirnya
berhenti sama sekali. Begitu pula pelepasan telur setiap 28
hari akan berhenti. Konsekwensi dari penurunan kegiatan ini adalah kemungkinan
untuk hamil menurun secara drastis. Jika tidak ada telur, berarti tidak ada
haid dan peluang untuk pembuahan menjadi nihil. Tetapi yang drastis adalah
penurunan hormon secara besar-besaran, sehingga zat-zat kimia yang bertangung
jawab atas perilaku tubuh secara umum dan kegiatan normal bagian pinggul
terhenti sama sekali. Hal ini sulit dihindari dan mengarah pada timbulnya
berbagai gejala baru.[22]
Akibat produksi hormon yang tidak stabil tersebut menyebabkan kecenderungan
mudah marah bahkan depresi.[23] Masa
ini hampir mirip dengan masa pancaroba (pubertas) pada remaja ketika
hormon-hormonnya mulai bekerja. Selain perubahan fisik ini, perubahan psikis juga
sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup wanita dalam menjalani masa
menopause, meskipun hal ini sangat tergantung pada individu masing-masing;
bagaimana mereka memandang menopause dan sejauhmana pengetahuannya tentang
menopause. Selain itu latar belakang sosial dan keluarga juga turut membentuk
persepsi dan sikapnya.[24]
Saat memasuki menopause, ada wanita yang menyambutnya dengan
biasa karena menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus kehidupan
alamiah. Sebaliknya ada yang penuh kecemasan, karena berakhirnya masa
reproduksi dimana vitalitas dan fungsi organ-organ tubuh menjadi menurun. Namun
pada umumnya ketidakstabilan emosi ini sementara sifatnya dan kestabilan emosi
akan diperoleh kembali setelah memperoleh informasi yang akurat tentang
menopause. Kondisi emosi tidak stabil ini bisa karena pengaruh perubahan hormon
dalam tubuh,[25] atau bisa karena faktor yang
sifatnya sangat individual. Selain itu, fase menopause sering berbarengan
dengan keadaan menegangkan lain dalam kehidupan wanita seperti merawat orang
tua lanjut usia, memasuki masa pensiun, melihat anak-anak tumbuh dewasa dan
meninggalkan rumah serta penyesuaian–penyesuaian lain dalam kehidupan setengah
baya. Ketegangan ini dapat menimbulkan gejala pada fisik dan psikis, termasuk
menjadi pelupa, kurang dapat memusatkan perhatian, mudah cemas, mudah marah dan
depresi, yang secara keliru dianggap sebagai akibat menopause.[26]
Keadaan-keadaan seperti di atas sesungguhnya telah
ditegaskan Allah, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah (2): 155: “Dan
sesungguhnya Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekuranngan harta, jiwa dan buah-buahan”.[27] Dalam
menghadapi berbagai cobaan ini ada orang yang kuat dan tabah sehingga dapat
mengatasi masalahnya, tapi tidak sedikit yang tidak tabah dan kuat. Hal ini
sesuai dengan sifat dasar manusia yang selalu berkeluh kesah dan lemah,
sehingga membutuhkan bantuan orang lain.[28]
Dalam konteks yang demikian inilah bimbingan dan konseling Islam berperan,
dengan membantu individu atau kelompok dalam mengatasi masalah yang dihadapi
agar dapat mencapai kehidupan yang sejahtera.[29]
Dalam pandangan Agama Islam, segala sesuatu diciptakan Allah
dengan kodrat. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar.”[30]
(Q.S. Alqamar [54]: 49). Oleh para pakar, qadar disini diartikan sebagai:
“Ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah bagi segala sesuatu,” dan itulah
kodrat. Dengan demikian, laki-laki atau perempuan, sebagai individu dan jenis
kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Namun demikian, seperti tulisan
mantan Pimpinan tertinggi Al-Azhar, Syeh Mahmud Syaltut,
Tabiat kemanusiaan antara
laki-laki dan perempuan hampir dapat (dikatakan) Allah telah menganugerahkan
kepada perempuan sebagaimana menganugerahkan pada laki-laki, kepada mereka
berdua dianugerahkan Tuhan potensi dan kemampuan.[31]
Tetapi
pada prinsipnya Islam tidak membeda-bedakan laki-laki ataupun perempuan, yang
membedakan manusia disisi Allah hanyalah ketaqwaannya. Firman Allah dalam Surat
An-Nisa (4): 1:
Hai
sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari
diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya
Allah mengembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. [32]
Kalaupun
Allah memberikan keistimewaan diantara mereka, itu karena keberadaan mereka
adalah untuk "saling". Saling memberi, saling mengisi,saling
melengkapi, dan tak ada pihak yang merasa dirugikan. Masing- masing dari mereka
diciptakan dengan keistimewaan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan Firman Allah
dalam surat
An-Nisa' (4): 32 :
Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang
dianugrahkan Allah terhadap sebahagian kamu atas sebahagian yang lain laki-laki
mempunyai hak atas apa yang diusahakan dan perempuan juga mempunyai hak atas
apa yang di usahakannya.[33]
Kalaupun
ada pendapat bahwa wanita harus tunduk terhadap laki-laki, karena laki-laki
diciptakan sebagai pemimpin dan wanita adalah yang dipimpin, dan karena wanita
diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, dan dalam masyarakat kita yang
"ideal" sebagai pemimpin dalam wilayah domestik adalah lelaki (suami),
maka ini bukan berarti lelaki lebih istimewa daripada perempuan, tetapi meiliki
posisi yang sederajat. Hal ini sesuai dengan fungsi keberadaan manusia untuk
saling mengisi, jadi kalau ada yang dipimpin berarti harus ada yang memimpin,
demikian sebaliknya. Namun dalam kebudayaan dan tradisi masyarakat sering kali
terjadi dikotomi hak-hak antara
laki-laki dan perempuan.
Dalam
masyarakat kita pada umumnya wanita dianggap sempurna, atau wanita merasa
sempurna karena kecantikannya serta kemudaannya, saat peran reproduksinya
berlangsung, jadi lebih pada fisik oriented.
Anggapan seperti ini memberikan efek terhadap mentalitas wanita untuk mandiri
menjadi kecil, takut berpendidikan tinggi karena (ada anggapan) akan sulit
mendapat jodoh, dan sebagainya. Hal ini juga bisa dilihat dari masih jarangnya
wanita yang berperan dalam wilayah publik di bandingkan dengan laki-laki, rata-rata
wanita lebih banyak berkecimpung di wilayah domestik. Terkadang hal ini masih
diperparah dengan anggapan bahwa peran seorang wanita atau seorang istri hanya
untuk melayani kebutuhan biologis serta memberikan keturunan untuk suaminya. Konstruksi
semacam ini secara tidak langsung akan turut mempengaruhi sikap perempuan dalam
menghadapi masa menopause. Dalam
konteks ini bimbingan dan konseling menjadi strategis dalam membantu memecahkan
problematika psikologis wanita menopause. Hal ini sesuai dengan lingkup garapan
dari bimbingan dan konseling, yaitu masalah-masalah psikologis, bukan
masalah-masalah fisik.[34] Masalah fisik ini diserahkan pada bidang yang
relevan, misalnya kedokteran.
Bimbingan Islami berarti proses pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[35] Jadi bimbingan Islami adalah konsep
bimbingan yang berlandaskan pada ajaran Islam, yaitu al-Qur’an[36]
dan al-Hadits. Dengan menyadari eksistensinya sebagai
makhluk Allah, berarti seseorang akan berperilaku sesuai dengan petunjuk Allah.
Sedangkan konseling Islami merupakan suatu proses pemberian bantuan terhadap
individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang
seharusnya hidup dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.[37]
Bimbingan
dan konseling Islami berbeda dengan bimbingan dan konseling Barat. Bimbingan
dan konseling Barat bersifat antroposentris,
berpusat pada manusia; dari, oleh, dan untuk manusia, jadi tidak berkaitan dan
dikaitkan dengan eksistensi Tuhan. Sedangkan bimbingan dan konseling Islami
bersifat theosentris, berpusat pada
Allah SWT.[38] Menurut Kamal Ibrahim
Mursi, dalam tradisi Islam klasik aktifitas bimbingan dan konseling dikenal
dengan sebutan hisbah,[39]
atau ihtisab. Konselornya disebut muhtasib, dan klien-nya disebut
muhtasab ‘alaih.[40]
Menurut Ahmad Mubarok[41] hisbah
berarti menyuruh orang (klien) melakukan perbuatan baik yang jelas-jelas ia
tinggalkan, dan mencegah perbuatan munkar yang jelas-jelas dikerjakan oleh
klien (amar ma’ruf nahi munkar) serta
mendamaikan klien yang bermusuhan. Sedangkan menurut Ibnu Khaldun, hisbah
merupakan tugas keagamaan dalam bidang amar ma’ruf nahi munkar yang
merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pemerintah.[42]
Dengan demikian, bimbingan dan konseling Islam ini sekaligus merupakan bimbingan
dan konseling agama. Bimbingan dan konseling agama dapat dirumuskan sebagai
usaha untuk memberikan bantuan pada seseorang yang mengalami kesulitan lahir
dan batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan
agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan getaran batin (iman) di dalam
dirinya untuk mendorongnya mengatasi masalah yang dihadapinya.[43]
Oleh karena itu penanganan persoalan psikologis menopause menjadi sangat
efektif melalui pendekatan ini. Ketika seorang wanita mengalami menopause maka
ia dibangkitkan kekuatannya untuk mengatasi persoalannya, yaitu dengan menyadari
kembali eksistensi dirinya sebagai makhluk Allah.
Dasar
dari pemikiran bimbingan dan konseling agama adalah satu asumsi bahwa agama itu
merupakan kebutuhan fitri dari semua manusia. Menurut Hasan Al- Bana agama
adalah alat yang pas untuk terapi psikologi, karena agama bisa membantu
menajamkan hati nurani, menghidupkan perasaan dan mengingatkan hati. Agama secara konsisten
selalu mendorong jiwa menuju kebaikan, dan menolak kekejian. Agama juga selalu
mengajak manusia untuk meningkatkan kualitas jiwanya.[44]
Imam Ghazali bahkan mengatakan bahwa tidak ada kesulitan pada manusia yang asal
usulnya bukan dari kelemahan iman, atau dari tidak mengikuti petunjuk agama.
Seseorang, menurut Al-Ghazali, tidak akan bisa melepaskan diri dari
kesulitannya, kecuali ketika imannya sedang menguat, dan ketika sedang
berpedoman pada petunjuk agama dalam menghadapi realita hidup.[45] Dalam
al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menekankan akan pentinganya aktifitas bimbingan
dan konseling keagamaan terhadap problematika psikologis manusia. Hal ini
sejalan dengan prinsip dasar Islam yang mengutamakan kemaslahatan manusia, baik
kemaslahatan dunia atau kehidupan pasca-dunia.[46]
Kemaslahatan ini utamanya ditujukan untuk menjamin hak-hak dasar kemanusiaan (ushul
al-khamsah) yang meliputi: hak dan kebebasan beragama (hifz ad-din),
keselamatan fisik atau jiwa (hifz an-nafs), keselamatan keluarga atau
keturunan (hifz al-mal), keselamatan harta benda atau hak milik pribadi
(hifz al-mal), dan keselamatan akal atau kebebasan berfikir (hifz
al-aql).[47]
Dengan
demikian bimbingan dan konseling berbasis agama merupakan solusi yang tepat
bagi problem psikologis wanita menopause. Hal ini sesuai dengan sifat naluriah
dasar manusia yang secara fitri memang membutuhkan agama. Allah menciptakan
manusia dan telah meniupkan ruh-Nya, sehingga iman kepada Allah merupakan
sumber ketentraman, keamanan dan kebahagiaan manusia, seperti firman Allah
dalam Q.S. Ar-Ra’du (13): 28; “Ingatlah
bahwa dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”[48] Dan sebaliknya, dalam paradigma ini, ketiadaan iman
kepada Allah menjadi sumber kegalauan, kegelisahan dan kesengsaraan bagi
manusia. Agama juga berfungsi sebagai polisi yang selalu mengawasi, serta
penjaga yang tak pernah tidur. Agama secara konsisten selalu mendorong jiwa
pada kebaikan dan menolak kekejian, dan senantiasa mengajak manusia untuk
meningkatkan kualitas jiwanya.[49] Seorang mukmin kata Nabi
senantiasa beruntung, karena jika sedang
memperoleh keberuntungan ia bersyukur, dan jika ia dilanda cobaan ia bersabar.
Sementara itu orang yang tidak beriman ketika sedang dalam puncak keberuntungan
ia lupa dan ketika ia dilanda kesulitan yang amat sangat ia lupa ingatan.[50]
Dalam konteks
bimbingan dan konseling Islam, ketika seorang sedang menghadapi problematika menopause
ia diajak untuk menyadari kembali eksistensi dirinya sebagai hamba Allah (abdullah) dan sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Predikat
pertama menunjukkan kelemahan, kekecilan dan keterbatasan serta ketergantungan
manusia kepada yang lain sehingga setiap manusia potensial untuk mengidap
masalah, sedangkan predikat kedua menunjukkan kebesaran manusia sekaligus
besarnya tanggung jawab yang dipikul dalam kehidupannya dimuka bumi. Dari
sudut pandang tersebut, maka urgensi bimbingan dan konseling bagi manusia
merujuk pada dua predikat. Pertama, sebagai
makhluk yang lemah (abdun) suatu
ketika manusia tidak tahan menghadapi realita kehidupan yang pahit, sempit dan
berat. Dalam kondisi fisik yang tak berdaya, orang membutuhkan bantuan orang
lain, dokter misalnya, untuk memulihkan kesahatannya. Demikian pula dalam kondisi
mental yang kacau seseorang membutuhkan bantuan kejiwaan, untuk memulihkan rasa
percaya dirinya, meluruskan cara berfikir, cara pandang dan cara merasanya
sehingga ia kembali realistis, mampu melihat kenyataan yang sebenarnya dan
mampu mengatasi masalahnya dengan cara-cara yang dapat dipertanggung jawabkan.
Kedua,
sebagai khalifah Allah, manusia dibebani tanggung jawab menyangkut kebaikan
dirinya maupun untuk masyarakatnya. Setiap manusia diberi kebebasan untuk
memutuskan sendiri apa yang baik untuk dirinya, asal bukan perbuatan maksiat
yang dilakukan terang-terangan. Sebagai khalifah Allah yang dibebani tanggung
jawab untuk kemaslakhatan masyarakatnya, maka seorang muslim harus merasa
terpanggil untuk memelihara ketertiban masyarakat. Oleh karena itu ia
terpanggil untuk meluruskan hal- hal yang menyimpang, menata hal- hal yang
salah tempat, mendorong hal-hal yang mandeg dan menghentikan
kekeliruan-kekeliruan yang berlangsung. Dalam perspektif bimbingan dan konseling
seorang muslim sebagai khalifah Allah terpanggil untuk membantu orang lain yang
sedang mengalami gangguan kejiwaan yang menyebabkan orang itu tak mampu
mengatasi tugas-tugasnya dalam kehidupan. Jadi secara kodrati manusia memang
membutuhkan bantuan kejiwaan termasuk konseling agama.[51]
Dengan demikian, persiapan secara dini,
pengertian dari keluarga, serta konstruksi budaya dari masyarakat yang simpatik
dan kondusif bagi proses aktualisaasi diri para wanita menopaus merupakan hal
yang akan sangat membantu penemuan jati diri seorang menopausal. Hal ini juga
memuat pengertian bahwa wanita juga makhluk Tuhan yang sudah semestinya
mendapat perlakuan sama dengan makhluk Tuhan yang lain (laki-laki).**
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‘an
dan Terjemahannya (Madinah: Lembaga Percetakan
al-Qur‘an Raja Fahd, 1418 H.).
Baziad, Ali, dalam “Konsultasi Kesehatan”, SENIOR, 7 Oktober 2001.
Halim, Sally, Memelihara Kesehatan Reproduksi (Jakarta: Obor, 1996).
Jamal, Ibrahim Mohamad, Fiqh Wanita (Semarang: CV. Asy-Syifa‘,
t.t.).
Janes MD, Derek L. Wellyn, Wanita dan Masalahnya (terj.) Budhi
Tjahyono (Surabaya: Usaha Nasional, 1978).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud), (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)
Kasdu, Dini, Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause (Jakarta:
Puspa Swara, 2002).
Knight, John
F., Wanita Ciptaan Ajaib (terj.) Joshua L. Tobing (Bandung : Indonesia Publishing House, 2001).
KOMPAS, “Menopause Menakutkan atau Menyenangkan”, 1
Oktober 2001.
________, “Menopause, Menakutkan atau Menyenangkan,”
1 Oktober 2001.
Mackenzie, Raewyn, Menopause Tuntunan Praktis
untuk wanita (terj.) Gianto Widianto dan Yustina
Risitawati (Jakarta: Arcan, 1995), cet. V.
Masdar, Umarudin,
Membaca Pikiran Gus Dur dan Amin Rais tentang Demokrasi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999).
Mubarok, Ahmad, Konseling Agama Teori dan Kasus
(Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2000).
Musnamar, Tohari (dkk.), Dasar-Dasar Konseptual
Bimbingan dan Konseling Islami (Yogyakarta: UII Press, 1992).
Rifa’I, Afif, “Pokok-Pokok Bimbingan dan Konseling
Islam”, makalah tidak diterbitkan, hlm. 1., tanpa keterangan tahun dan tempat.
Roitz, Rosetta, Menopause Suatu Pendekatan Positif (terj.) Laila
H. Hasyim (Ttp.: PT. Bumi Aksara, 1993).
SENIOR,
“Menopause, Siapa Takut”, 29 Juli 2002.
________,
“Menjadi Tua dengan Penuh Rahmat”, 28 Juli 2002.
________, “Bias Kultural dalam Menopause”, 23 April 2001 .
Soebono, Hardyanto, Masalah Kulit dalam Menopause, Diktat Kuliyah
Bagian I, pada Fakultas Kedokteran UGM/RSUD
Dr. Sardjito, Yogyakarta, 1997.
Syamsiyah MS, “Tip Bagi Wanita yang Akan Menghadapi Menopause”, Mawas
Diri, Januari 1985.
Tina NK, Dwia Aries., Menopause dan Seksualitas (Gajah Mada
University Press, 1999).
Umar, Nasarudin, Argumen Kesetaraan Gender (Jakarta: Paramadina,
1999) cet. I.
Yafie, Ali, “Agama dan Kesehatan”, Kata Pengantar dalam
Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus (Jakarta: Bina Rena
Pariwara, 2000).
· Disampaikan pada Annual
Conference Kajian Islam Tahun 2006, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama RI, di Grand Hotel Lembang Bandung, 26 – 30
November 2006.
* *
Alumnus Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Saat ini sedang nyantri di Nawesea English Pesantren for
Under and Post Graduate Students, Yogyakarta dan mahasiswa Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta.
[1] Darah haid adalah darah yang
keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat, bukan karena melahirkan atau
pecahnya selaput dara. Haid datang sebulan sekali selama kurang lebih tujuh
hari (minimal sehari semalam dan
maksimal 14 hari). Mengenai usia terjadinya haid terjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama. Tapi Jumhur Ulama berpendapat bahwa waktu dimulai haid ini
adalah pada usia 9 tahun. Lihat Ibrahim Mohamad Jamal, Fiqh Wanita (Semarang : CV. Asy-Syifa‘,
t.t.), hlm. 46-51.
[2] Sebenarnya laki-laki juga
mengenal masa tidak subur, yaitu disebabkan oleh terjadinya penurunan hormon testosteron.
Hal ini dikenal dengan istilah andropause. Lihat Ali Baziad, dalam
“Konsultasi Kesehatan”, SENIOR, 7 Oktober 2001.
[3] Namun seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup mau tidak mau orang menaruh perhatian pada
menopause. Jika orang hidup sampai usia 70 tahun, sedang menopause terjadi pada
usia 50 tahun, artinya hampir sepertiga usia wanita dijalani pada masa
pasca-menopause.
[4] KOMPAS, “Menopause Menakutkan atau Menyenangkan”, 1
Oktober 2001.
[5] Dibandingkan dengan pria lansia, wanita lansia lebih ada problema seks, terutama wanita menopause. Dwia Aries Tina NK., Menopause
dan Seksualitas (Gajah Mada University Press, 1999), hlm. 1.
[6]
Dwia Aries Tina NK., Ibid.
[7] Lihat ulasan Dwia Aries Tina
NK., Ibid. dan SENIOR, “Bias
Kultural dalam Menopause”, 23
April 2001 .
[8] Kata menopause secara etimologis berarti ‘mati haid’. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani yang berarti ‘bulan’ dan ‘penghentian sementara’—yang secara medis lebih
tepat disebut menocease. Secara medis kata menopause berarti menocease,
karena berdasarkan definisinya, menopause itu berarti berhentinya masa
menstruasi, bukan istirahat. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud),
(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 340; dan Rosetta Roitz, Menopause Suatu
Pendekatan Positif (terj.) Laila H. Hasyim (Ttp.: PT. Bumi Aksara,
1993), hlm. 16.
[9] Dwia Aries Tina NK, Menopause…, hlm. 3.
[10] Hardyanto Soebono, Masalah
Kulit dalam Menopause, Diktat Kuliyah Bagian I, pada Fakultas Kedokteran
UGM/RSUD Dr. Sardjito, Yogyakarta, 1997.
[11] Sampai saat ini terjadinya
proses penuaan belum diketahui secara pasti. Mulainya proses ini pun tidak
pasti, bahkan tidak sama pada setiap orang karena proses ini dipengaruhi oleh
banyak faktor. Diperkirakan terjadi pada dekade ketiga, yaitu saat proses
tumbuh kembang telah mencapai puncaknya. Lihat Hardyanto Soebono, Ibid.,
hlm. 1.
[12] SENIOR, “Menopause,
Siapa Takut”, 29 Juli 2002.
[13] SENIOR, Ibid.; SENIOR,
“Menjadi Tua dengan Penuh Rahmat”, 28 Juli 2002; dan KOMPAS, “Menopause,
Menakutkan atau Menyenangkan,” 1 Oktober 2001.
[14] Dwia Aries Tina NK, Menopause…, hlm. 4.
[15] Syamsiyah MS, “Tip Bagi Wanita
yang Akan Menghadapi Menopause”, Mawas Diri, Januari 1985, hlm. 45-46.
[16] Proses penuaan dapat menjadikan
perubahan pada kulit, baik struktural (anatomis) ataupun fungsional yang
mengakibatkan kelainan-kelainan pada kulit secara kasat mata. Kulit menjadi
kering, keriput, kendor, terjadi pyaitu asi pada kulit dan tumor kulit.
Hardyanto Soebono, Op. cit., hlm. 4.
[17] SENIOR, “Bias Kultural
dalam Menopause”, 23
April 2001 .
[18] Syamsiyah MS, Tip Bagi Wanita…, hlm. 45.
[19]
Tentang hal ini lihat Rosetta Roitz, Menopause..., hlm. 16.
[20] Sally Halim, Memelihara
Kesehatan Reproduksi (Jakarta: Obor, 1996), hlm. 46-47.
[21] Pangkal persoalan yang muncul
mungkin bukan karena tidak haid lagi. Namun, lebih pada kekhawatiran terhadap
hal-hal lain yang mungkin muncul menyertai masa reproduksi. Lihat Dini Kasdu, Kiat
Sehat dan Bahagia di Usia Menopause (Jakarta :
Puspa Swara, 2002), hlm. 7.
[22] John F. Knight, Wanita
Ciptaan Ajaib (terj.) Joshua L. Tobing (Bandung : Indonesia Publishing House,
2001) Cet. V., hlm. 68.
[23] Dokter seringkali kesulitan
menentukan gejala perasaan tertekan, keletihan dan sulit tidur sebagai akibat
dari perubahan-perubahan pada hormon atau akibat dari gangguan-gangguan
emosional. Lihat dalam Derek L. Wellyn Janes MD, Wanita dan Masalahnya (terj.)
Budhi Tjahyono (Surabaya: Usaha Nasional, 1978), hlm. 454.; Dini Kasdu, Kiat
Sehat…, hlm. 21; dan dalam John F.
Knight, Wanita Ciptaan Ajaib, hlm. 68.
[24] Seperti: apakah wanita tersebut
menikah atau tidak, apakah wanita tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau
kehidupan keluarga yang membahagiakan, serta pekerjaan yang mengisi aktivitas
sehari-harinya Bagaimana pandangan masyarakat terhadap orang yang sudah tua,
apakah mereka dianggap sebagai orang yang harus dihormati atau diajuhi. Lihat
dalam Raewyn Mackenzie, Menopause Tuntunan Praktis untuk wanita (terj.)
Gianto Widianto dan Yustina Risitawati (Jakarta: Arcan, 1995), cet. V., hlm.
45.
[25] Dini Kasdu, Kiat Sehat..., hlm. 31.
[26] Dini Kasdu, Ibid., hlm.
36.
[27] Lihat Q.S. al-Baqarah (2):155.
Untuk terjemahnya lihat: Al-Qur'an dan Terjemahnya (Madinah: Lembaga Percetakan
Al-Qur'an Raja Fahd, 1418 H.), hlm. 39.
[28] Lihat, QS. Al-Ma’arij (70):
19-20, dan QS. An-Nisa’ (3): 28. Lihat juga Al-Qur'an dan Terjemahannya,
Ibid, hlm. 974, 122.
[29] Afif Rifa’i, “Pokok-Pokok
Bimbingan dan Konseling Islam”, makalah tidak diterbitkan, hlm. 1., tanpa
keterangan tahun dan tempat.
[30] Lihat Q.S. Alqamar (54): 49.
[31]
Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender (Jakarta: Paramadina, 1999)
cet. I, hlm. xxix-xxx.
[32]
Lihat Q.S. An-Nisa (4): 1
[33]
Lihat Q.S. An-Nisa (4): 32
[34]
Tohari Musnamar (dkk.), Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islami (Yogyakarta: UII Press, 1992), hlm. 4.
[35] Tohari Musnamar (dkk.), Ibid,
hlm. 5.
[36] Lihat dalam: Q.S. Al-Baqarah
(2): 201 dan Q.S. Ar-Ra’du (13): 26, 28-29.
[37] Tohari Musnamar, Dasar-Dasar
Konseptual…, hlm. 5.
[38] Tohari Musnawar, Ibid,
hlm. xvii.
[39] Tentang hukum hisbah,
para ulama berbeda pendapat antara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Golongan
pertama mendasarkan pandangannya pada firman Allah dalam Q.S. At-Taubah (9): 71
dan Q.S. Al-‘Ashr (103): 1-3, sedangkan golongan kedua, yang menganggap hisbah
sebagai fardhu kifayah,
mendasarkan pandangannya dari Q.S. Ali Imran (3): 104.
[40] Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus (Jakarta: Bina
Rena Pariwara, 2000), hlm. 79.
[41] Hisbah merupakan
panggilan, oleh karena itu muhtasib melakukannya semata-mata karena
Allah, yakni membantu orang agar mampu mengerjakan hal-hal yang menumbuhkan
kesehatan fisik, mental dan sosial, dan menjauhkan mereka dari perbuatan yang
merusak. Menurut Ahmad Mubarok hal ini berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Ali
Imran (3): 104. Lihat: Ahmad Mubarok, Konseling Agama…, hlm. 79-80.
[42] Ahmad Mubarok, Ibid., hlm.
83.
[43] Ahmad Mubarok, Ibid.,
hlm. 5.
[44] Ahmad Mubarok, Ibid.,
hlm. 75. Dalam hal ini Ahmad Mubarok mengutip pemikiran Kamal Ibrahim dari At
Taujih wa al-Irsyad, Falsafathu wa Akhlakiyyatuhuu fi al Mujtama al Islamiyah
Falsafatuhu wa akhlaqiyatuhu fi al Mujtama’ al Islamiyah, dalam Toward
Islamization of Disciplines, (Kuala Lumpur: IIT, 1995).
[45] Al-Ghazali, Ihya’
Ulumuddin (Kairo: Dar Ihya al-Kutub
al-‘Arabiyyah, t.t.), dikutip dari Ahmad Mubarok, Ibid.
[46] Umarudin Masdar, Membaca Pikiran
Gus Dur dan Amin Rais tentang Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), hlm. 13.
[47] Lihat Kata Pengantar K.H. Ali
Yafie, “Agama dan Kesehatan”, dalam Ahmad Mubarok, al Irsyad an Nafsy;
Konseling Agama Teori dan Kasus (Jakarta :
Bina Rena Pariwara, 2000), hlm. xviii-xix.
[48] Lihat Q.S. Ar-Ra’du (13): 28.
[49] Dikutip dari Achmad Mubarok, Konseling
Agama…, hlm. 75.
[50] Achmad Mubarok, Ibid.,
hlm. 74.
[51] Achmad Mubarok, Ibid.,
hlm. 23.
No comments:
Post a Comment