MAKALAH
TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL
(Disusun
untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah teori dan pendekatan konseling)
Dosen Pembimbing : Ida Salasaningsih, S.Pd.Kons
Oleh
:
Wianto / BKI III
NIM :
(2011143320188)
PROGRAM
STUDI
BIMBINGAN
DAN KONSELING ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM ATTANWIR
BOJONEGORO
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya, Akhirnya kami dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori dan pendekatan Konseling. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai Konsep – konsep dasar, proses, dan teknik
konseling Behavioral.
Terselesaikanya
makalah ini tidak terlepas dari adanya bantuan dari berbagai pihak untuk itu
kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada dosen pembimbing
kami Ida Salasaningsih, S.Pd.Kons. dan rekan-rekan mahasiswa yang telah
berpartisipasi menyelesaikan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang sempurna
begitu juga makalah ini yang jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami memohon
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak,demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Amiiin….
Sumberrejo, Januari 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat
mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual,
kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara
lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian
bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu
diperhatikan alam memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini
peserta didik) secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar
belakangnya. Sehingga peserta didik diharapakan dapat memperoleh bimbingan yang
tepat dan terarah.
Untuk dapat memahami peserta didik secara lebih
mendalam, maka seorang pembimbing maupun konselor perlu mengumpulkan berbagai
keterangan atau data tentang peserta didik yang meliputi berbagai aspek,
seperti: aspek sosial kultural, perkembangan individu, perbedaan individu,
adaptasi, masalah belajar dan sebagainya. Dalam rangka mencari informasi
tentang sebab-sebab timbulnya masalah serta untuk menentukan langkah-langkah
penanganan masalah tersebut maka diperlukan adanya suatu tehnik atau metode yang
terkait dengan permasalahan yang ada. Untuk mengetahui kondisi dan keadaan
siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang
dapat digunakan yaitu “TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING
BAHAVIORAL”
B. RUMUSAN MASALAH
Yang menjadi pokok
permasalahan dalam makalah ini ialah :
1.
Bagaimana konsep dasar
Teori konseling Behavioral ?
2.
Bagaimana Proses
pelaksanaan konseling Behavioral ?
3.
Apa saja teknik – teknik
dari pendekatan Bahavioral ?
C.
TUJUAN
Sesuai
dengan pokok permasalahan diatas, makalah ini memiliki tujun untuk :
1.
Menjelaskan konsep dasar
Teori konseling Behavioral
2.
Menjelaskan Proses
pelaksanaan konseling Behavioral
3.
Menjelaskan teknik –
teknik dari pendekatan Bahavioral
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TEORI KONSELING BEHAVIORAL
Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behavioral
merupakan bentuk adaptasi
dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan
perhatiannya pada perilaku yang tampak. Muhamad
Surya (1988:186) memaparkan
bahwa dalam konsep
behavioral, perilaku manusia merupakan
hasil belajar, sehingga
dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Pada dasarnya, proses konseling merupakan
suatu penataan proses
atau pengalaman belajar
untuk membantu individu untuk
mengubah perilakunya agar
dapat memecahkan masalahnya.
Hal yang
paling mendasar dalam
konseling behavioral adalah
penggunaan konsep-konsep
behaviorisme dalam pelaksanaan
konseling, seperti konsep reinforcement , yang nerupakan bentuk
adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan
dari Skinner.
Menurut Krumboltz& Thoresen
(Surya, 1988:187) konseling
behavioral adalah suatu
proses membantu orang
untuk belajar memecahkan
masalah interpersonal, emosional, dan
keputusan tertentu. Sejak perkembangannya tahun
1960-an, teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang
menekankan aspek perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling behavioral berkembang pesat dengan
ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan perilaku, baik yang menekankan
pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif (Hackman, 1993). Rachman
(1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi behavioral dapat menangani
masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara
adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN
Perkembangan koseling
behavioral bertolak dari
perkembanngan aliran behavioristik dalam
perkembangan psikologi yang
menolak pendapat aliran strukturalisme yang berpendapat bahwa
mental, pikiran dan
perasaan hendaknya ditemukan
terlebih dahulu bila perilaku manusia ingin difahami, maka munculah teori
introspeksi. Aliran Behaviorisme menolak
metode introspeksi dari
aliran strukturalisme dengan sebuah
keyakinan bahwa menurut
para behaviorist metode
introspeksi tidak dapat menghasilkan
data yang objektif,
karena kesadaran menurut
para behaviorist adalah
sesuatu yang tidak
dapat diobservasi secara langsung, secara
nyata (Walgito,2002:53). Bagi
aliran Behaviorisme yang
menjadi focus perhatian adalah
perilaku yang tampak,
karena persoalan psikologi
adalah tingkah laku, tanpa
mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai
kesadaran dan mentalitas.
Pada awalnya behaviorisme lahir di Rusia
dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada
saat yang hamper
bersamaan di Amerika
behaviorisme muncul dengan
salah satu tokoh utamanya John B. Watson. Watson memandang Inti dari behaviorisme adalah
memprediksi dan mengontrol perilaku. Karyanya
diawali dengan artikelnya psychology as the behaviorist views it pada
tahun 1913. Di dalam artikelnya tersebut Watson mengemukakan pandangan behavioristiknya yang membantah
pandangan strukturalisme dan fungsionalisme tentang
kesadaran. Menurut Watson (behaviorist view) yang dipelajari adalah
perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, kaena kesadaran adalah sesuatu
yang tidak dapat
diobservasi secara langsung, secara
nyata. Metode-metode obyektif Watson lebih banyak menyukai studi
mengenai binatang dan anak-anak,
seperti sebuah studi yang ia lakukan dalam pengkondisian rasa takut pada
anak-anak.
C. HAKIKAT MANUSIA
Hakikat
manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif dan mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat
dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya (1988:186)
menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristiksebagai
berikut: dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik
atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam
deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam
memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi
terhadap lingkungannya,dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang
kemudian membentuk kepribadian. Perilaku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam
situasi hidupnya. Konseling behavioral
ini berpandangan bahwa manusia itu:
1.
Lahir dalam mempunyai bawaan netral, artinya manusia itu
hak untuk berbuat baik/buruk/jahat.
2.
Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan dipengaruhi oleh
interaksi dengan lingkungan.
3.
Kepribadian manusia berkembang atas dasar interaksi dengan
lingkungannya.
4.
Mempunyai tugas untuk berkembang melalui kegiatan belajar.
5. Manusia dapat
mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan.
D. PERKEMBANGAN PERILAKU
1. Struktur Kepribadian
Kaum
behavioris tidak menjelaskan struktur kepribadian seperti pada aliran lain
seperti psikoanalis, tetapi menurut teori kepribadian behavioristik bahwa
kepribadian manusia adalah perilaku organisme itu sendiri. Dengan kata lain
bahwa kerpribadian manusia dapat di ketahui melalui tingkahlaku yang tampak dan
diamati (observable behavior).Selain itu ada pandangan dualiasme yang
berkembang dalam pendekatan behavior bahwa manusia memiliki jiwa, raga, mental,
fisik, sikap, perilaku dan sebagainya (Latipun, 2005). Seperti yang dijabarkan
dibawah ini:
a. Lingkungan dan pengalaman menjelaskan bagaimana kepribadian
seseorang dibentuk.
b. Dualisme, seperti jiwa-raga,
raga-semangat, raga-pikiran bukan merupakan validitas keilmuan pada
pembentukan, prediksi dan control dari perilaku manusia.
c. Walaupun pembentukan kepribadian memiliki
batsan genetis namun efek dari lingkungan dan stimulus dari dalam memiliki
pengaruh dominan.
d. Dalam membentuk sebuah teori dari kepribadian prediksi dan
control dan perilaku merupakan hal terpenting. Tidak ada yang lebih penting
selain kebebasan dalam penentuan respon.
e. Semua perilaku dapat dipisah menjadi operant respondent
yaitu individual respon yang berbeda dalam pengaruh control dari stimulus
lingkungan.
2. Pribadi sehat dan
bermasalah
a. Pribadi sehat
Dalam
pandangan teori ini kepribadian
individu yang sehat adalah sebagai berikut;
a) Dapat merespon stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.
b) Tidak kurang dan tidak berlebihan dalam tingkah laku,
memenuhi kebutuhan.
c) Mempunyai derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku
atau bertingkah laku dengan tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
d) Dapat mengambil keputusan yang tepat atas konflik yang
dihadapi.
e) Mempunyai self control yang memadai
b. Pribadi bermasalah
Kepribadian
yang dipandang bermasalah
menurut teori ini adalah sebagai berikut;
a) Tingkah laku yang tidak sesuai dengan
tuntutan lingkungan.
b) Tingkah laku yang salah hakikatnya
terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
c) Tingkah laku maladaptif terjadi juga
karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
d) Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai
dengan lingkungan
e) Tingkah laku yang tidak wajar menurut standard
nilai, yang kemudian menimbulkan konflik dengan lingkungan
E.
HAKIKAT KONSELING
Hakikat
konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang dalam situasi
kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah interpersonal,
emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri
untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Konseling
dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu dan sistematis yang disengaja
secara khusus untuk mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang disusun
secara bersama-sama konselor dan konseli. Prosedur konseling dalam pendekatan
behavior adalah ; penyusunan kontrak, asesmen, penyusunan tujuan, implementasi
strategi, dan eveluasi perilaku. Dengan prosedur tersebut konseling/terapi
behavior berorientasi pada pengubahan tingkah laku yang maladaptif menjadi
adaptif.
F.
KONDISI PENGUBAHAN
1. Tujuan konseling behavioral
Sesuai dengan namanya maka tujuan konseling
behavioral yaitu membantu menciptakan kondisi dan lingkungan baru agar klien
mampu belajar merubah perilakunya dalam rangka memecahkan masalah yang
dihadapi. Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau
modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya :
1)
Menciptakan
kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
2)
Penghapusan hasil
belajar yang tidak adaptif
3)
Memberi
pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
4)
Membantu konseli
membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan
mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
5)
Konseli belajar
perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan.
6)
Penetapan tujuan
dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara
konseli dan konselor
2. Sikap, peran dan tugas
konselor
Konselor dalam behavior therapy secara umum berfungsi
sebagai guru dalam mendiaknosa tingkah laku yang tidak tepat dan mengarah pada
tingkah laku yang lebih baik. Peran konselor secara khusus diantaranya :
a)
Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan
apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak;
b)
Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas
kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam
konseling;
c)
Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung
jawab atas hasil-hasilnya.
3.
Sikap, peran dan tugas konseli
Dalam konseling behavioral klien dan konselor aktif
terlibat di dalamnya. Klien secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan
tujuan serta memiliki motivasi untuk berubah dan bersedia bekerjasama dalam
melaksanakan kegiatan konseling. Peran penting klien dalam konseling adalah
klien didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru yang bertujuan
untuk memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta dapat menerapkan
perilaku tersebut dalah kehidupan sehari-hari.
4.
Situasi Hubungan
Dalam terapi behavioral, hubungan antara terapis dan
klien dapat memberikan kontribusi penting bagi perubahan perilaku klien.
Hubungan terapis sebagai fasilitator terjadinya perubahan. Sikap konselor
seperti empati, permisif, acceptance dianggap sebagai hal yang harus ada, namun
tidak cukup untuk bisa menciptakan perubahan perilaku. Masalah ada pada bukan
pentingnya hubungan namun peranan hubungan sebagai landasan strategi konseling
untuk membantu klien berubah sesuai dengan arah yang dikehendaki.
G.
MEKANISME PENGUBAHAN
1.
Tahap – tahap konseling
Proses konseling behavioral, dilaksanakan
melalui empat tahap sebagai berikut:
1)
Tahap Penilaian (Assesmen)
Yaitu tahapan yang mensyaratkan konselor
mampu untuk memahami karakteristik klien beserta permasalahannya secara utuh
(mencakup aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai dan pemikirannya). Sehubungan
dengan hal ini, maka konselor harus terampil dalam mengumpulkan berbagai
informasi/data klien, instrumen yang digunakan dan sumber data yang valid.
2)
Tahap Penetapan
tujuan (Goal
setting)
Yaitu antara konselor dan klien menetapkan
tujuan konseling berdasarkan analisis dari berbagai informasi/data. Dalam tahap
ini telah disepakati kriteria perubahan tingkah laku yang perlu dilakukan klien
dalam rangka memecahkan masalahnya.
3)
Tahap Penerapan
teknik (Techniques implementation)
Yaitu
penerapan ketrampilan dan teknik-teknik konseling dalam upaya membantu klien
mengatasi masalahnya (merubah perilakunya). Dalam hal ini disamping harus
menguasai konsep dasar konseling behavior, konselor harus benar-benar mampu
menerapkan berbagai teknik konseling.
4)
Tahap evaluasi dan terminasi (Evaluation and Termination)
Yaitu
tahapan dimana seorang konselor mengetahui perubahan perilaku klien sebagai
tolok ukur proses konseling berlangsung. Terminasi, yaitu pemberhentian proses
konseling yang bertujuan untuk:
a.
Menguji apa yang dilakukan klien pada dekade
terakhir.
b.
Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling
tambahan
c.
Membantu klien mentransfer apa yang
dipelajari klien
d.
Memberi jalan untuk memantau tingkah laku
klien secara berkelanjutan.
2.
Teknik konseling
1. Desentisasi sistematik (Systematic desensitization )Desentisasi sistematik, teknik ini
dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah
ekspresi dari kecemasan dan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan
menemukan respon yang antagonistik (keadaan relaksasi).
2. Latihan Asertif (Assertive training),
yaitu konseling yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam
perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya (misalnya: ingin marah tetapi
tetap berespon manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing
(bermain peran).
3. Terapi Aversi (Aversion therapy ), Teknik ini bertujuan untuk menghukum
perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif. Dalam hal ini
konselor dapat menerapkan punishment (sangsi) dan reward (pujian/hadiah) secara
tepat dan proposional terhadap perubahan perilaku klien.
4. Terapi implosif dan pembanjiran, Teknik ini
terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa
pemberian penguatan. Teknik pembanjiran ini tidak menggunakan agen
pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan
stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis
berusaha mempertahankan kecemasan klien.
5.
Pekerjaan Rumah (Home work), Teknik
ini berbentuk suatu latihan/ tugas rumah bagi klien yang kurang mampu
menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, caranya dengan memberikan tugas
rumah (untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila klien dimarahi
ibunya atau bapaknya.
H.
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
1.
Kelemahan
a.
Kurangnya
kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri
atau aktualisasi diri
b.
Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam
interaksinya dengan konselor.
c.
Keseluruhan proses mungkin tidak dapat
digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan
dengan tingkah laku yang jelas.
d.
Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan
sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari
konseling behavioral.
2. Kelebihan
a. Mengembangkan konseling sebagai ilmu karena
mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses koseling
b. Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai
hasil konseling yang dapat diukur
c. Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan
pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi dimasa datang
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konseling Behavioral adalah salah
satu dari teori-teori konseling yang ada
pada saat ini. Konseling behavioral
merupakan bentuk adaptasi
dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan
perhatiannya pada perilaku yang tampak. Hal
yang paling mendasar
dalam konseling behavioral
adalah penggunaan
konsep-konsep behaviorisme dalam
pelaksanaan konseling, .
Tujuan konseling behavioral yaitu membantu menciptakan kondisi dan
lingkungan baru agar klien mampu belajar merubah perilakunya dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi. Klien menghadapi masalah karena salah dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau masalah itu timbul karena terjadi
penyimpangan perilaku dari apa yang seharusnya ia lakukan. Maka melalui
konseling behavioral ini klien diharapkan mampu untuk meningkatkan ketrampilan
sosial, memperbaiki tingkah lakunya yang menyimpang dan mengembangkan
keterampilan self manajemen dan self control.
B. Saran
Bentuk
terapi konseling yang dibahas dalam makalah
singkat ini dapat digunakan untuk terapi klien yang mengalami
permasalahan dalam bertingkah laku. Dalam
penerapan model konseling ini hendaknya konselor memiliki keahlian dan
kerampilan yang benar-benar sesuai dan profesional pada bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald.
(2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika
Aditama. Bandung.
Jones, Richard
Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment