Wednesday, 11 September 2024

Dinamika Perubahan Klien dan Keberhasilan Proses Konseling Individual

Proses konseling pada dasarnya adalah usaha menghidupkan dan mendayagunakan secara penuh fungsi fungsi yang minimal secara potensial organismik ada pada diri klien (Prayitno, 2017). Jika fungsi ini berjalan dengan baik dapat diharapkan dinamika hidup klien akan kembali berjalan dengan wajar mengarah pada tujuan yang positif.

Setiadi (2015:630) mendeskripsikan bahwa manusia selalu mengalami masalah dalam kehidupannya, yang menuntutnya mencari jalan keluar dari permasalahan yang melilit dirinya. Prayitno (2017:108) menjelaskan bahwa masalah klien memiliki ciri-ciri; sesuatu yang tidak disukai adanya, sesuatu yang ingin dihilangkan dan sesuatu yang dapat menghambat atau merugikan. Jadi tujuan umum konseling individual mengentaskan masalah klien adalah mengurangi intensitas ketidaksukaan atas keberadaan sesuatu yang dimaksud/ meniadakan keberadaan sesuatu, mengurangi intensitas hambatan/kerugian yang ditimbulkan oleh sesuatu yang dimaksud. Fungsi utama yang konseling individual ini adalah fungsi pengentasan.

Hal ini menuntut manusia untuk melakukan perubahan kearah kebaikan bagi dirinya. Konseling dilaksanakan untuk merubah kedirian klien menjadi lebih baik. Prayitno (2017) mengistilahkan dari kehidupan sehari-harinya yang tidak efektif (KES-T) menjadi efektif (KES). Karakteristik dari KES-T adalah kondisi diri klien yang (1) terhambat/ terlambat/ terhalang, (2)Terancam/tertindas, (3) Terugikan/terabaikan, (4)Terlanjur/terlalu, dan (5) Ternoda/terhina

Kata dinamika perubahan pada diri klien menunjukkan makna terjadi perbedaan kondisi diri klien sebelum mengikuti proses konseling dimana ia mengalami masalah, selanjutnya ia menjalani proses konseling dan setelah proses konseling selesai. Terjadi dinamika perubahan dalam diri klien setelah proses konseling menurut Prayitno (1989) yaitu penimbulan sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada atau belum berkembang,. Perubahan diartikan sebagai sesuatu yang lain dari keadaan sebelumnya. Merubah adalah berusaha agar sesuatu menjadi lain dari keadaan semula.

Perubahan pada diri klien terjadi apabila pada diri klien itu ternyata ada sesuatu yang lain dibandingkan dengan keadaannya terdahulu. Perubahan pada diri klien diartikan sebagai tujuan utama proses konseling. Lebih lanjut Prayitno (1989) menguraikan dalam suatu proses perubahan pada diri klien dapat dilihat berbagai unsur yang mencakup:

1. Siapa yang berubah

2. Keadaan sebelum berubah

3. Keadaan (yang diharapkan) sesudah berubah

4. Besarnya perubahan (yang diharapkan)

5. Proses perubahan: cara-cara dan suasana

6. Siapa yang melakukan dan merangsang terjadinya perubahan

Ukuran keefektifan kegiatan konseling yang dilakukan konselor adalah dinamika perubahan pada diri klien, sebelum bertemu konselor sampai dengan aktivitas klien pasca layanan konseling. Prayitno (2017:111) menggambarkan keefektifan konseling individual mengikuti tahapan dalam diagram berikut ini:

Diagram


 

Keterangan :

1. klien menyadari bahwa dirinya bermasalah

2. klien menyadari bahwa dirinya memerlukan bantuan untuk mengentaskan masalah yang dialaminya

3. klien mencari sumber (dalam diri konselor) yang dapat memberikan bantuan

4. Klien terlibat secara aktif dalam proses bantuan/konseling individual

5. klien mengharapkan hasil upaya bantuan

Kedatangan Klien pada Konselor untuk Konseling

Klien datang/menemui konselor dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang datang sendiri dengan kemampuan yang kuat untuk memenuhi konselor (self referral), ada yang datang dengan perantara orang lain bahkan ada yang terpaksa karena didorong oleh pihak tertentu seperti orang tua. Menurut Prayitno (2017:113) untuk klien self referral konselor harus mampu memupuk kesukarelaannya sehingg ia menjadi sangat terbuka dalam proses konseling. Kegagalan memupuk kesukarelaan klien self referral ini adalah kerugian bagi keberlangsungan proses konseling. Sedangkan menghadapi klien yang non-self-referral, termasuk klien yang dipanggil tugas konselor menentut upaya lebih berat bagi konselor melaksanakan proses konseling, khususnya dalam mengembangkan kesukarelaan dan keterbukaan klien.

Otani (1998) (dalam Gladding, 2012:154) menjelaskan klien yang datang dengan separoh hati atau enggan adalah orang yang tidak siap bahkan menolak untuk berubah. Ia mungkin saja aktif dalam proses konseling, tetapi tidak mempunyai keinginan untuk menjalni proses emosial yang menyakitkan dan perubahan perilakunya ke arah yang lebih baik. Ia akan mempertahankan kebiasaannya. Menurut Sack (1988 dalam Gladding, 2012:154) ungkapan klien ini dapat berupa pernyataan «saya tidak tau». Lebih jauh perlawanan yang dilakukan klien yang non self refferal ini adalah banyaknya verbalisasi, isi pesan, gaya komunikasi, dan sikap terhadap konselor dalam sesi konseling, dan ini semua harus dicermati oleh konselor. Kebanyakan, konselor akan mengalami kesulitan mengambil langkah, dan menghambat klien untuk mengambil keputusan apapun.

Untuk menghadapi kondisi ini, konselor perlu memahami bahwa ada klien yang enggan atau melawan dalam konseling. Menyikapi hal itu konselor memiliki prinsip KLIEN TIDAK PERNAH SALAH (KTPS). Gladding (2012:154) menegaskan konselor perlu menunjukkan penerimaan, kesabaran, dan pengertian termasuk perilaku yang tidak menghakimi. Konselor harus persuasif (Kerrr, Claiborn & Dixon, 1982 dalam Gladding, 2012:154), misalnya meminta klien untuk memenuhi permintaaan kecil lalu diikuti dengan permintaan besar. Contoh «Maukah anda membuat diary tentang perasaan anda minggu ini? Lebih lanjut» saya ingin Anda membuat jurnal tentang pikiran dan perasaan Anda mulai sekarang.»

Selain itu keterampilan penstrukturan, konrontasi, penggunaan bahasa metafora dengan memberikan cerita atau menunjukkan lukisan serta memberikan pemandangan yang menyegarkan. Teknik lain menurut Sack (1988) dalam Gladding (2012:156) disarankan konselor dapat melakukan teknik pragmatis seperti diam, refleksi, memberikan pertanyaan, menggambarkan, menilai, berpura-pura, dan berbagi perspektif konselor terutama untuk klien yang mengucapkan kalimat «saya tidak tau».

Referensi : Dr. Amirah Diniaty, M.Pd, Kons, Dinamika Perubahan dalam konseling, 2018, Kreasi Edukasi, Pekan Baru

 

No comments:

Post a Comment