Pada Prinsipnya, keberadaan bimbingan konseling umum bukanlah Cabang llmu yang bertentangan dengan Islam, bahkan secara sekilas ada beberapa kemiripan antara bimbingan konseling umum dengan Bimbingan Konseling Islam yakni sama-sama memberikan bantuan psikologis kepada konseli. Perbedaan antara bimbingan konseling umum dan bimbingan konseling Islam,
dengan penekanan pada konsep Saiful Akhyar bahwa meskipun keduanya memiliki tujuan memberikan bantuan psikologis kepada konseli, pendekatan dan landasannya bisa berbeda. Dalam bimbingan konseling Islam, konsep Saiful Akhyar menekankan dimensi spiritual sebagai landasan utama. Pemahaman ini mencakup kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, beriman, dan bertakwa. Dalam konteks ini, konseling tidak hanya melibatkan aspek-aspek psikologis dan emosional, tetapi juga melibatkan pengembangan kehidupan spiritual. Sementara itu, pemenuhan dimensi material dalam bimbingan konseling Islam juga diakui sebagai bagian penting. Ini melibatkan bantuan dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, membantu individu mencapai keberhasilan dalam aspek-aspek kasbiyah kehidupan. Sedangkan bimbingan konseling umum, meskipun mungkin juga memperhitungkan dimensi spiritual jika konseli menganggapnya relevan, lebih sering berfokus pada aspek-aspek psikologis dan emosional tanpa penekanan khusus pada dimensi spiritual.Bimbingan
Konseling Islami merupakan pemberian bantuan yang dilakukan untuk memecahkan
masalah atau mencari solusi atas permasalahan yang dialami konseli dengan bekal
potensi dan fitrah agama yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan
nilai-nilai ajaran Islam yang mampu membangkitkan spiritual dalam dirinya,
sehingga manusia akan mendapatkan dorongan dan mampu dalam mengatasi masalah
yang dihadapinya serta akan mendapatkan kehidupan yang selaras dengan ketentuan
dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Bimbingan
Konseling Islami sebagai cabang keilmuan modern merupakan suatu hal yang baru
secara konseptual, walaupun pada praktiknya penerapan Bimbingan Konseling
Islami telah ada semenjak kemunculan Agama Islam yang dibawa dan disebarkan
oleh Nabi Muhammad. Evidensi keberadaan praktik Bimbingan Konseling Islami pada
Masa Nabi sering sekali tampak dari sikap yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad
dalam memberikan layanan Bimbingan Konseling Islami kepada para sahabat melalui
praktik praktik halaqah al dars maupun proses konseling Islami. Peran Nabi
sebagai seorang konselor memberikan ‘ibarah bagi kekayaan khazanah keilmuan konsep
Bimbingan Konseling Islami yang masih dikatakan “proses menjadi”.
Dari
beberapa pemikiran di atas dapat dikatakan bahwa bimbingan konseling Islami
adalah sebuah proses bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli, agar
konseli dapat hidup dan berkembang secara optimal sesuai dengan fitrahnya,
untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia akhirat dengan berdasarkan landasan
ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ruang lingkup konseling
islami mencakup seluruh peri kehidupan manusia sebagai makhluk Allah yang
secara garis besar dapat dijabarkan ke dalam dua dimensi yakni dimensi
spiritual/ruhaniyah dan dimensi material/Dhohiriyah.
Prinsip
dan landasan Islami ini kiranya sebagai instrumen yang mem pertegas perbedaan
antara Bimbingan Konseling Islami dengan bimbingan konseling konvensional barat
yang bersifat empirik spekulatif dalam memahami hakikat manusia yang berdampak
pada cakupan konseling Islami. Keberadaan bimbingan konseling konvensional yang
banyak bermuara dari pemikiran barat yang bersifat empirik-spekulatif dinilai
masih sangat banyak memiliki kekurangan dalam memahami konsep konseling secara
utuh tentang objek formal yang dikaji yakni manusia. Sebagai contoh, pandangan
behaviorisme yang menilai bahwa manusia tidak ubahnya seperti kertas yang
kosong (tabula rasa), permasalahan yang muncul dari dalam diri manusia merupakan
kalkulasi dari faktor empiris. Individu yang bermasalah merupakan individu yang
tidak memiliki kecakapan (latihan/pembiasaan) dan pemahaman yang komplit,
sehingga sangat tampak pesimisme kelompok behavior terhadap kemampuan manusia
sebagai makhluk yang memiliki fitrah akal yang mampu membenahi dan memecahkan
masalahnya melalui dimensi spiritual.
Bimbingan
konseling barat yang berangkat dari paham-paham psikologi pada dasarnya
memiliki kekurangan jika tidak dimasukkan nilai-nilai Islami di dalamnya.
Menurut Djamaluddin Ancok (1994), Fuat Nashori (1994), Bastaman (1995), dan
Sutoyo (2009), memiliki sejumlah kekurangan yang perlu disempurnakan. Aliran
Psikoanalitik terlalu pesimistik, deterministik, dan reduksionistik. Djamaludi
Ancok menilai bahwa aliran ini terlalu menyederhanakan kompleksitas dorongan
hidup yang ada dalam diri manusia, teori ini tidak mampu menjelaskan dorongan
orang muslim untuk mendapatkan ridho dari Allah. Disamping itu juga, teori
terlalu menekankan pengaruh masa lalu terhadap perjalanan manusia, dan terlalu
pesisimis dalam setiap pengembangan diri manusia.
Aliran
Behaviorisme juga terlalu deterministik dan kurang menghargai bakat dan
minat seseorang individu sebagai mahluk yang memiliki potensi. Selain itu,
aliran ini kurang menghargai adanya perbedaan antara setiap individu dalam
menilai, memandang dan menyelesaikan masalah, sementara perbedaan individual
adalah suatu kenyataan.
Kesebalikan
dengan psikoanalitik, aliran humanistik, terlalu optimistik terhadap upaya
pengembangan sumber daya manusia, sehingga manusia dianggap sebagai penentu
tunggal yang mampu memainkan peran “play-God” (peran Tuhan). Jika seorang
konselor terlalu mengikuti aliran ini seperti membiarkan anak berjalan dalam
kegelapan malam, karena konselor hanya sebagai tempat cerita.
Setiap
teori memang memiliki keterbatasannya masing-masing, oleh karena itu para
psikolog sosial kritis menyarankan agar menyempurnakannya dengan menjadikan
ajaran agama menjadikan acuan dasar. Bahkan secara tegas Djamaludin Ancok
menyarankan agar nilai-nilai agama dan model yang pernah dilakukan oleh Nabi
dalam membimbing ummatnya menjadi landasan dalam merumuskan alternatif
Bimbingan Konseling di era globalisasi.
Dari komentar di atas memang masih diperlukan bagi lembaga dan orang yang ahli di bidangnya untuk melakukan berbagai upaya pembahasan yang lebih mendalam agar dapat meminimalisir pemahaman yang berbeda beda itu, sehingga pada masa yang akan datang konseling Islami semakin utuh dan mapan untuk digeluti bagi mahasiswa yang memasuki jurusan Bimbingan Konseling Islam serta dapat lebih meyakinkan para umat Islam bahwa Bimbingan Konseling Islami menjadikan salah satu alternatif di kalangan umat Islam untuk menuntaskan permasalahan yang berkaitan dengan ajaran agama Islam yang seharusnya dan menjauhi segala bentuk sikap yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah sebagai Sang Pencipta.
Referensi : Tarmizi, (2018), Bimbingan Konseling Islami, Medan : Perdana Publishing, (2018)
No comments:
Post a Comment