RESUME
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR DAN PSIKOLOGI PESAN
(Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Psikologi Komunikasi)
Dosen Pembimbing : Retno Susanti, M.Pd
BAB 7
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR DAN PSIKOLOGI PESAN
A.
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
Laswell (1948) menyebutkan komunikasi sebagai “who says what channel to
whom whit what effect”. Untuk what channel to whom with what effect sudah dibahas pada materi sebelumnya. Pada
psikologi komunikator ini kita akan membahas who says sedangkan what akan
kita bahas pada psikologi pesannya.
Who says berarti
siapa yang berbicara, artinya ketika komunikator berkomunikasi yang berpengaruh
bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri, ia tidak dapat
menyuruh pendengar memperhatikan apa yang ia katakan. Kadang – kadang siapa
lebih penting dari apa.
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethous. Ethous
terdiri dari pikiran baik (good sense), akhlak yang baik ( good moral
character), dan maksud yang baik ( good will).
Dimensi –
dimensi ethos.
Ethos atau faktor – faktor
yang mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri atas:
1.
Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat
persepsi komunikate tentang sifat – sifat komunikator. Karena kredibilitas itu
masalah persepsi, kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi
(komunikate), topik yang dibahas, dan situasi. Oleh karena itu, ia dapat
berubah atau diubah,dapat terjadi atau dijadikan. Sedangkan komponen – komponen
kredibilitas adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian berarti kesan yang
dibentuk oleh komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan
topik yang dibicarakan. Kepercayaan berarti kesan komunikate tentang
komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Kemudian Koehler, Annatol, dan
Applbaum (1978 : 144-147) menambahkan empat komponen lagi yaitu ; 1) Dinamisme,
2) Sosiabilitas, 3) Koorientasi dan,
4) karisma.
2.
Atraksi (Atractioness)
Faktor – faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal adalah
daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi
orang – orang yang tampan atau cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita dan
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita.
3.
kekuasaan
Dalam kerangka teori Kelman, kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan
ketundukan. Jenis – jenis kekuasaan menurut French dan Raven yang telah di
modifikasi Raven (1974)
a.
kekuasaan koersif (Coersive power),
kekuasaan koersif menunjukan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran
atau memberikan hukuman pada komunikate.
b.
Kekuasaan keahlian (Expert Power), kekuasaan
ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, ketrampilan atu kemampuan yang
dimiliki komunikator.
c.
Kekuasaan Informasi (Informational power), kekuasaan
ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki
oleh komunikator.
d.
Kekuasaan rujukan (Referent power), komunikate
menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya.
e.
Kekuasaan legal (Legitimate power), kekuasaan ini
berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator
berwewenang untuk melakukan suatu tindakan.
Menurut Herbert C.Kelman (1975) pengaruh komunikasi kita pada orang lain
berupa tiga hal :
1.
Internalisasi, hal ini terjadi bila orang menerima
pengaruh karena perilaku yang di anjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang
dimilikinya. Dimensi ethos yang paling relevan disini adalah kredibilitas,
keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.
2.
Identifikasi, hal ini terjadi bila individu
mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku
itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan
orang atau kelompok itu. Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi
ialah atraksi (attractiveness) – daya tarik komunikator.
3.
Ketundukan (Compliance), hal ini terjadi bila
individu menrima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap
memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. Dimensi
ethos yang paling relevan dengan ketundukan adalah kekuasaan.
B.
PSIKOLOGI PESAN
Seorang
Psikolinguistik dari Rockefeller University, George A. Miller pernah menulis :“Kini
ada seperangkat perilaku yang dapat megedalikan pikiran dan tindakan orang lai
secara perkasa. Teknik pengendalian ini dapat menyebabkan Anda melakukan
sesuatu yang tidak terbayangkan. Anda tidak dapat melakukannya tanpa adana
teknik itu. Teknik itu dapat mengubah pendapat dan keyakinan, dapa digunakan
untuk menipu anda dapat membuat anda gembira dan sedih, dapat memasukkan
gagasan-gagasan baru ke dalam kepala Anda, dapat membuat anda menginginkan
sesuatu yang tidak Anda miliki. Anda pun bahkan dapat menggunakannya untuk
mengendalikan diri Anda sendiri. Teknik ini adalah alat yang luar biasa
perkasanya dan dapat digunakan untuk apa saja.” (miller, 1974: 4)
Teknik
ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian mahluk halus,
tidak juga diperoleh secara para psikologis atau lewat ilmu klenik. Teknik ini
telah dimiliki bahasa. Dengan bahasa, yang merupakan kumpulan kata-kata, anda
dapat mengatur perilaku orang lain.
Manusia
mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara
berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut paralinguistic. Akan
tetapi, manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lai selain dengan
bahasa, misalnya dengan isyarat; ini disebut pesan ekstralinguistik. Pesan paralinguistik dan ekstralinguistik akan
kita uraikan dalam satu bagian yang kita sebutPesan nonverbal. Selanjutnya
kita akan membicarakan struktur dan imbauan pesan.
1.
Pesan
Linguistik
Ada dua
cara mendefinisikan bahasa : fungsional dan formal. Definisi
fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan
sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan” (socially
shared means for expressing ideas). Definisi formal menyatakan bahasa sebagai
semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata
bahasa (all the conceivable sentences that could be generated according to the
rules of its grammar).
Tata
bahasa meliputi tiga unsur : fonologi, sintaksis, dan semantic.
Menurut George A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita
harus menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa di atas, di tambah dua tahap
lagi.
ü Pada
tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang
bunyi-bunyi dalam bahasa itu.
ü Tahap Kedua, Kita harus memiliki pengetahuan sintaksis
tentang cara pembentukan kalimat.
ü Tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti
kata atau gabungan kata-kata.
ü Pada tahap keempat,kita harus memiliki pengetahuan
konseptual tentang dunia tempat tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan.
ü Tahap kelima kita harus mempunyai semacam system
kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar.
Bagaimana kita dapat berbahasa ?
Penemuan Victor menunjukan bahwa bila
dipisahkan dari lingkungan manusia, seorang anak tidak memiliki kemampuan
bicara. Sebaliknya, kita melihat anak yang dibesarkan didalam masyarakat
manusia, pada usia 4 tahun sudah bisa berdialog denga kawan-kawannya dalam
bahasa ibunya. Dalam berbahasa, Psikologi membagi kedalam 2 teori yaitu : teori
belajar dari behaviorisme dan teori naratisme dari
Noam Chomsky.
Menurut teori belajar, anak-anak
memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses : asosiasi, imitasi, dan
peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu.
Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.
Peneguhan dilaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak
mengucapkan kata-kata yang benar. Psikolog dari Harvad, B.F.Skinner menerapkan
ketiga prinsip ini ketika ia menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pada
anak-anak kecil, yang disebutnya sebagai respons mand, tact, dan
echoice. Respons mand dimulai ketika anak-anak mengeluarkan
bunyi sembarangan. Respons tact terjadi bila anak menyentuh
objek, kemudian secara sembarangan ia mengeluarkan bunyi. Respons
echoic terjadi ketika anak menirukan ucapan orang tuanya dalam hubungan
dengan stimuli tertentu.
Menurut ahli bahasa dari Massachuset Institute
Technology ini, teori belajar hanyalah “play acting at sicience”, suatu
penjelasan yang sama sekali tidak tepat tetapi dibungkus dengan istilah-istilah
yang bernada ilmiah.
Menurut Chomsky, setiap anak mampu menggunakan
suatu bahasa karena adanya pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang
telah deprogram secara genetic dalam otak kita. Teori perkembangan mental dari
Jean Piaget memperkuat teori Chomsky dengan menunjukkan adanya struktur
universal yang menimbulkan pola berpikir yang sama pada tahap-tahap tertentu
pada perkembangan mental anak-anak.
Bahasa dan Proses Berpikir
Secara singkat teori ini dapat disimpulkan
bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa ; dan karena bahasa
berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita
menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah deprogram oleh bahasa yang
kita pakai. Dengan begitu masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup
dalam dunia sensori yang berbeda pula.
Dalam hubungannya dengan berpikir,
konsep-konsep dalam suatu bahasa cenderung menghambat atau mempercepat proses
pemikiran tertentu. Ada bahasa yang dengan mudah dapat dipergunakan untuk
memikirkan masalah-masalah filsafat, tetapi ada juga bahasa yang sukar dipakai
bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika yang sederhana.
Bahasa memungkinkan kita menyandi (code)
peristiwa-peristiwa dan objek-objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa kita
mengabstraksikan pengalaman kita, dan yang lebih penting mengkomunikasikan
kepada orang lain. “pemikiran yang tinggi bergantung pada manipulasi lambing,”
kata Morton Hunt (1982:227),” dan walaupun lambang-lambang nonlonguistik
seperti matematika dan seni sudah canggih, lambang-lambang itu sempit.
Sebaliknya, bahasa merupakan pemikiran. Bahasa adalah prasyarat kebudayaan,
yang tidak dapat tegak tanpa itu dengan sistem lambang yang lain. Dengan
bahasa, kita, manusia, mengkomunikasikan kebanyakan pemikiran kita kepada orang
lain dan menerima satu sama lain hidangan pikiran (food for thought).
Kata-kata dan Makna
Konsep makna telah menarik menarik perhatian
komunikasi, psikologi, sosiologis, antropologis, dan linguistic. Banyak antara
makna penjelasan tentang makna terlalu kabur dan spekulatif kata Jerold katz
(1973:42).
Brodbeck (1963) meenjernihkan
pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak.
1.
Makna yang pertama adalah
makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran,
gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Dalam
uraian Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process)
terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang
(disebut rujukan atau referent). Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.
2.
Makna
yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan
dengan konsep-konsep lain. Fisher memberi contoh dengan kata pholigoston. Kata
ini dahulu dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Benda bernyala Karena
ada pholigoston. Kini, setelah ditemukan Oksigen, pholigoston tidak berarti
lagi.
3.
Makna
ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai
lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secar empiris atau dicari rujukannya.
Kesamaan makna karena
kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut
isomorfisme, isoformisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya
yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideology yang sama ;
pendeknya, mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isoformisme total.
Selalu tersisa ada makna perorangan.
Teori General Semantics
Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang
tidak begitu baik, kata pengikut general semantics. General semantics tidak
menjelaskan proses penyandian, tetapi ia menujukkan karakteristik bahasa yang
mempersulit proses ini. Peletak dasar teori ini adalah Alferd Korzybski, pemain
pedang, insinyur, spion, pelarian, ahli matematika, psikiater, dan akhirnya
ahli bahasa.
Korzybski melambangkan
asumsi dasar teori general semantics : bahasa seringkali tidak lengkap mewakili
kenyataan; kata-kata hanya menangkap sebagian saja aspek kenyataan. Berikut ini nasihat Korzybski, dua bersifat
perintah dan dua larangan.
1)
Berhati-hati
dengan Abstraksi
Bahasa
menggunakan Abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-unsur realitas
untuk membedakannya dari unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang digunakan berada
pada tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Abstraksi menyebabkan cara-cara
penggunaan bahasa yang tidak cermat. Tiga buah diantaranya adalah: dead
level abstracting, undue identification, Two-valued evaluation. Abstraksi
kaku, terjadi bila kita berhenti pada tingkat abstraksi tertentu Two-valued
evaluation, penilaian dua nilai, pemikiran kalu begini begitu ialah
kecenderungan menggunakan hanya dua kata untuk melukiskan keadaan.
2)
Berhati-hati
dengan Dimensi Waktu
Bahasa
itu statis, sedangkan realitas itu dinamis. Umtuk mengatasi ini general
semantics merekomendasikan dating(penanggalan).
3)
Jangan
Mengacaukan Kata dengan Rujukannya
Hubungan
antara kata dengan rujukannya tidak semena-mena. Kata itu bukan rujukan, kata
hanya mewakili rujukan. Karena kita sering mengacaukan kata dengan rujukan, kita
juga cenderung menganggap orang lain mempunyai rujukan yang sama untuk
kata-kata yang kita ucapkan.
4)
Jangan
Mengacaukan Pengalaman dengan Kesimpulan.
Ketika
melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu. Pernyataan
itu kita sebut sebagai pengalaman. Kita menarikkesimpulan itu. Pernyataan itu
kita sebut pengamata. Kita menarik kesimpulan bila menghubungkan hal-hal yang
diamati dengan sesuatu yang tidak teramati. Dalam pengamatan kita menghubungkan
lambang dengan rujukan. Dalam kesimpulan kita menggunakan pemikiran. Pengamatan
dapat diuji, diverifikasi karena itu menggunakan kata-kata abstraksi rendah.
Penyimpulan tidak dapat diuji secara empiris karena itu menggunakan kata-kata
berabstraksi tinggi.
2.
Pesan
Nonverbal
Orang
mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacam-macam.
Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya. Orang-orang Polinesia
menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Orang Jawa
menyalami orang yang dihormatinya dengan sungkem, Orang Jawa duduk bersial
menyambut kedatangan orang yang mulia; orang belanda malah berdiri tegak. Tepuk
tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang
menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita.
Fungsi Pesan Nonverbal
Betapapun kekurangannya-seperti disindir
Korzybski dan kawan-kawan-bahasa telah sanggup menyampaikan informasi kepada
orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan nonverbal masih
dipergunakan? Apa fungsi peran nonverbal?Mark L.Knapp (1972:9-12) menyebutkan
lima fungsi nonverbal 1.) Refetisi-mengulang kembali gagasan yang sudah
disajikan secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakansaya, saya
menggelengkan kepala berkali-kali,(2) Subtitusi-menggantikan lambang-lambang
verbal. Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda dapat menunjukkan
persetujuan denagn mengangguk-angguk, (3) Kontradiksi-menolak pesan verbal atau
memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat,
(4) Komplemen- melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air
muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan
kata-kata,(5) Aksentuasi- menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinnya.
Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul mimbar.
Organisasi Pesan
Aristoteles, dalam buku klasik tentang
komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan peranan taxsis dalam memperkuat efek
pesan persuasive. Yang dimaksud dengan taxsis adalah pembagian atau rangkaian
penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap pembicaraan disusun menurut
urutan: pengantar, pertanyaan, argument, dan kesimpulan. Pada tahun 1952,
Beighley meninjau kembali berbagai penelitian yang ,membandingkan efek pesan
yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata
yang menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah
dimengerti dari pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.
Alan H.Monroe pada akhir tahun 1930-an.
Menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan,dan kemudian urutan ini
disebut dengan “motivated sequence” :
1.
attention
(perhatian)
2.
need
(kebutuhan)
3.
satisfaction
(pemuasan)
4.
visualization
(visualisasi)
5.
action (tindakan)
Jadi, bila anda ingin mempengaruhi orang lain,rebutlah
lebih dahulu perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan
petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya
keuntungan dan kerugian apa yang akan diperolehnnya bila ia menerapkan atau
tidak menerapkan gagasan anda, dan akhirnya doronglah dia untuk bertindak.
Sturuktur Pesan
Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di
hadapan khalayak yang tidak sefaham dengan anda. Anda harus menentukan apakah
bagian penting dari argumentasi anda yang harus didahulukan atau bagian yang kurang
penting. Ataukah kita harus membiarkan hanya argument-argument yang menunjang
kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra sekaligus.untuk menjawab
sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan disekiotar
konsep primacy-recency. Koehler et al.(1978:170-172), dengan mengutip Cohen,
menyebutkan kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut:
1)
Bila pembicara menyajikan
dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada keuntungan untuk berbiacara
yang pertama, karena berbagai kondisi(waktu, khalayak, tempat dan sebagainnya)
akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh..
2)
Bila
pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain tidak
mungkin mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul karena
kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan membuat
orang kelihatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.
3)
Jika pembicara menyajiakan
dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan
lebih dahulu. Jika ada
kegiatan diantara penyajian, atau jika kita diperingati oleh pembicara tentang
kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir akan lebih
banyak memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada subjek pembicaraan
kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar mengingat
dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada
suatu persoalan , mereka akan mengigatnya baik-baik dan menerapkannya.
4)
Perubahan
sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki. Atau yang diterima
disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian,
komunikator menyampaikan gagasan yang menyenagkan kita, kita akan cenderung dan
memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai
dengan hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita akan menjadi kristis dan
cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun baiknya.
5)
Urutan pro-kon
efektif fari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki
otoritas dan dihormati oleh khalayak.
6)
Argumen yang terakhir
didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di antara dua pesan,
dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.
Imbauan Pesan (Message Appeals)
Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk
mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh motif yang menggerakan atau
mendorong prilaku komunikate. Dengan perkataan lain, kita secara psikologis
mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita. Dalam uraian
kita yang terakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan
emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasional. Imbauan rasional
didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru
bereaksi pada imbauan rasional, bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan
imbauan rasional artinya menyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau
penyajian bukti-bukti.
Imbauan emosional menggunakan persyaratan
–persyaratan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate. Imbauan takut
menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Imbauan
ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka
perlukan atau yang menjanjikan komunikate Sesuatu yang mereka perlukan atau yan
mereka inginkan. Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive
appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.
Daftar Pustaka
Rakhmat , Jalaluddin (2001). Psikologi
Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment