BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka membangun manusia Indonesia yang seutuhnya,
pengembangan layanan bimbingan dan konseling bagi masyarakat merupakan sarana
dan wahana yang sangat baik untuk pembinaan sumber daya manusia. Bimbingan dan konseling yang keberadaannya semakin
dibutuhkan dalam masyarakat merupakan suatu badan yang mempunyai fungsi sangat
penting. Dengan kata lain bimbingan dan konseling mempunyai peran dalam
mencarikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam usaha
mengembangkan potensinya. Bimbingan dan konseling berfungsi untuk membantu
kelancaran dan kesuksesan kehidupan seseorang, artinya dengan adanya bimbingan
dan konseling di masyarakat secara intensif akan memberi dampak baik secara
langsung maupun secara tidak langsung yang akhirnya akan kembali pada
keberhasilan orang tersebut.
Bimbingan dan konseling menjadi faktor penting untuk
membantu masyarakat dalam mengembangkan potensi maupun menyelesaikan
masalahnya. Bimbingan dan konseling, tidak hanya dibutuhkan para siswa siswa di
lingkungan sekolah, tetapi masyarakat di luar sekolah juga membutuhkan layanan
dan konseling. Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak banyak masyarakat yang
mengetahui dan memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling. Ada beberapa jenis
layanan bimbingan dan konseling di luar sekolah, diantaranya bimbingan karier,
konseling traumatic, konsultasi masalah pribadi, konseling keluarga, dll.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2. Bagaimanakah
bimbingan dan konseling di luar sekolah?
3. Apa fungsi dan
tujuan bimbingan konseling di luar sekolah?
C. Tujuan
Setelah mebahas
isi dari makalah ini,diharapkan pembaca atau pendengar dapat setidaknya
mengetahui tentang:
1. Konsep dasar
bimbingan dan konseling.
2. Pentingnya
bimbingan dan konseling di masyarakat.
3. Jenis – jenis
bimbingan konseling di masyarakat
D. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat dari penulisan karya tulis adalah sebagai berikut
ini.
1. Bagi penulis bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai bimbingan
konseling serta memahami kedudukan serta fungsi dari bimbingan konseling
di luar sekolah.
2. Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai bimbingan konseling di luar
sekolah.
3. Membantu masyarakat dalam memajukan dan mempermudah proses bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling
Pada dasarnya bimbingan merupakan upaya pembimbing untuk
membantu mengoptimalkan individu. Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller
(1976) menyatakan, guidance may be defined as that part of the total
educational program that helps provide the personal opportunities and
specialized staff services by which each individual can develop to the fullest
of his abilities and capacities in term of the democratic idea. Bimbingan
konseling berasal dari istilah guidance
and counseling, kedua istilah ini mempunyai tekanan pengertian yang
berbeda, walaupun keduanya merupakan suatu bentuk bantuan. Bimbingan merupakan
terjemahan dari guidance, sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan dapat
diartikan sebagai bantuan.
Namun untuk sampai pada arti yang sebenarnya, bahwa tidak
semua bantuan itu bimbingan. Menurut year book of education dalam surya (1988:31)
bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk
menemukan dan mengembangkan potensinya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan
kemanfaatan social. Strang dalam van hoose dan pietrofesa (ed.) (1970:270)
bahwa bimbingan adalah suatu proses bukan hasil akhir. Belajar bagaimana
memecahkan problem lebih penting daripada pemecahan problem tertentu. Bbelajar.
Menurut cow & Crow (1960:4) bimbingan adalah suatu
bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita yang telah
terlatih imbingan adalah proses dengan baik dan memiliki kepribadian dan
pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari semua usia untuk
membantunya mengatur kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan
pandangan hidupnya sendiri, dan menanggung bebannya sendiri.
Sedangkan konseling berasal dari bahasa asing yang berarti
penyuluhan. Menurut surya (1988:49) konseling merupakan inti dan alat yang
paling penting dalam bimbingan. Konseling besifat pribadi, hubungan langsung
secara tatap mka antara dua orang yang seorang sebagai konselor yang dalam
hubungan ini mempunyai kewenangan khusus dalam suatu situasi belajar bagi
konseli (klien) yaitu seseorang yang masih termasuk normal, dia dibantu untuk
mengetahui dirinya, keadaan sekarang maupun yang akan datang, sehingga ia dapat
menggunakan sifat-sifat dan potensinya dengan sesuatu akan datang, sehingga ia
dapat menggunakan sifat-sifat dan potensinya dengan sesuatu cara, akhirnya
dapat menyenangkan dan memuaskan dirinya dan lingkungannya, dan lebih jauh
dapat belajar bagaimana memecahkan problem-problem yang akan datang dan dapat
menemukan kebutuhannya (Tolbert, 1959:3).
Konseling sebagai suatu proses antar pribadi, di mana satu orang
yang satu dibantu oleh lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan
menemukan masalahnya (Mortensen dan Schmuller, 1976:301). Konseling sebagai
suatu hubungan profesional antara seorang konselor telatih dengan klien.
Selanjutnya dikatakan bahwa hubungan ini biasanya bersifat individual, meskipun
kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang yang dirancang untuk membantu
klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya
sehingga dapat membuat pilihan yang berarti dan memadai bagi dirinya (Jones,
1970:96).
Konseling adalah proses dimana konselor membantu klien dengan
membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan
suatu pilihan rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya (Glenn
E. Smith dalam Shertzer and Stone, 1971:18). Konseling merupakan usaha untuk
menimbulkan perubahan tingkah laku secara sukarela pada diri klien. Niat
merubah tingkah laku berada dalam diri klien dan klien minta bantuan kepada
konselor.
Kebutuhan Bimbingan dan Konseling di Masyarakat
Tidak disangkal lagi bahwa setiap lapangan kehidupan dan
kegiatan manusia memerlukan bimbingan. Termasuk dalam kehidupan pribadi,
keluarga, dan bermasyarakat. Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling
sangat dibutuhkan tidak hanya dalam dunia pendidikan, tapi juga di masyarakat.
Dengan adanya layanan bimbingan dan konseling, dapat membantu masyarakat untuk
menemukan jalan keluar dalam masalahnya dan juga mengenali dan mengembangkan
potensi dalam diri. Sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Para konselor yang menyediakan layanan bimbingan dan
konseling ini, sangat dibutuhkan dalam dunia masyarakat. Tidak hanya untuk
membantu dalam bimbingan karier ataupun masalah pribadi, para konselor juga
seringkali menjadi sukarelawan dalam upaya menghilangkan trauma pada masyarakat
yang menjadi korban bencana yang akhir – akhir ini sering menimpa masyarakat
Indonesia.
Lahirnya Ikatan
Konselor Indonesia.
Gerakan konseling di Indonesia yang dimulai sejak awal tahun
1960-an telah berkembang dan berhasil mewujudkan secara nyata kegiatan
konseling sebagai pelayanan profesi bagi warga masyarakat luas, pada setting
sekolah, perguruan tinggi, instansi resmi dan swasta, dunia usaha dan industri,
keluarga, dan kelembagaan kemasyarakatan lainnya. Melalui pembentukan Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) tahun 1975 yang kemudian berubah nama
menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun 2001, gerakan
konseling terus memperkuat diri sehingga keberadaan dan keprofesionalan
pelayanan konseling setara dengan pelayanan bidang-bidang profesi lainnya.
Pada tahun 2003 dikeluarkan naskah Dasar Standadisasi
Profesi Konseling oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang menjadi acuan
pokok bagi pengembangan konseling sebagai profesi. Naskah ini telah
disosialisasikan ke seluruh wilayah tanah air dan secara formal memperoleh
landasan yang kokoh dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang antara lain menyebutkan konselor
sebagai pendidik. Lebih jauh, ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan profesi
di perguruan tinggi di dalam undang-undang tersebut memberikan legitimasi dan
arah bagi penyelenggaraan pendidikan profesi untuk menyiapkan tenaga
profesional konseling yang menyandang gelar profesi Konselor. Menyadari
tentang keberadaan dan kemanfaatan peyalanan profesi konseling menuju kehidupan
masyarakat dan bangsa yang cerdas, modern dan bahagia serta menjunjung tinggi
kemartabatan profesi konseling, dalam suasana dan semangat kekeluargaan serta
dinamika Kongres X dan Konvensi XIII ABKIN tanggal 13 -16 April 2005 di
Semarang, dengan ini para Konselor Indonesia mendirikan organisasi Ikatan
Konselor Indonesia yang merupakan divisi dalam ABKIN. Pendirian Ikatan Konselor
Indonesia ini disyahkan pada Kongres Ikatan Konselor Indonesia I di Padang tanggal
26 s.d 27 Maret 2006. Ikatan Konselor Indonesia memiliki Aturan Dasar dan
Aturan Rumah Tangga untuk mengatur kehidupan dan penyelenggaraan organisasi.
Jenis – Jenis Bimbingan Konseling di Luar Sekolah
1. Konseling Keluarga
a. Perspektif Perkembangn Keluarga
Perspektif perkembangan keluarga meliputi:
1. Kerangka berpikir tentang keluarga
2. Perkembangan keluarga sebagai sesuatu yang berkelanjutan
dan perubahan
3. Keluarga dipandang sebagai system psikososial
1. Kerangka berfikir tentang keluarga
Keluarga merupakan system social yang alamiah, berfungsi
membentuk aturan-aturan, komunikasi dan negosiasi diantara para anggotanya.
Ketiga fungsi keluarga ini mempunyai sejumlah implikasi terhadap perkembangan
dan keberadaan para anggotanya. Keluarga melakukan suatu polainteraksi yang
diulang-ulang melalui partisipasi seluruh anggotanya. Strategi-strategi
konseling keluarga terutama membantu terpeliharanya hubungan-hubungan keluarga,
juga dituntut untuk memodifikasi pola-pola transaksi dalam memenuhi kebutuhan
anggota keluarga yang mengalami perubahan.
Dalam perspektif hubungan, konselor keluarga tidak
menghilangkan signifikasiproses intrapsikis yang sifatnya individual, tetapi
menempatkan perilaku individu dalam pandangan yang lebih luas. Prilaku individu
itu dipandang sebagai suatu yang terjadi dalam system sosial keluarga. Dengan
demikian, ada perubahanparadigma dari cara-cara tradisional dalam memahami
prilaku manusia ke dalam epistomologi
cybernetic. Paradigma ini menekankan mekanisme umpan balik beeroperasi dan
menghasilkan stabil serta perubahan. Kausalitas sirkuler terjadi di dalam
keluarga.
Konselor keluarga lebih memfokuskan pemahaman proses
keluarga daripada mencari penjelasan-penjelasan yang sifatnya linear.dalam
kerangka kerja seperti ini, simptomyang ditunjukan pasien dipandang sebagai
cerminan dari sistem keluarga yang tidak seimbang.
2. Perkembangan keluarga
Satu cara untuk memahami individu-individu dan keluarga
meraka, yaitu dengan cara meneliti pekembanagan meraka lewat siklus kehidupan
keluarga. Berkesinambungan dan perubahan merupakan cirri dari kehidupan
keluarga. System keluarga itu mengalami perubahan setiap waktu. Perkembangan
keluarga pada umumnya terjadi secara teratur dan bertahap. Apabila terjadi
pemandegan dalam keluarga, hal itu akan menggangu system keluarga. Kemunculan
prialaku simptomatik pada anggota keluarga pada saat transisi dalam siklus
ehidupankeluarga menandakan keluarga itu mengalami kesulitan dalam menyesuikan
dengan perubahan.
Siklus kehidupan keluarga mengarah pada suatu pengaturan
tema mengenai pandangan bahwa keluarga itu sebagai suatu system yang mengalami
perubahan. Ada tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dipenuhi untuk setiap
tahapan perkembangannya.
Dalam keluarga, laki-laki dan perempuan dibesarkan dengan
perbedaan harapan peranan, pengalaman, tujuan, dan kesempatan. Perbedaan jenis
kelamin ini, kelak mempengaruhi interaksi suami istri. Banyaknya perempuan yang
memasuki dunia kerja akhir-akhir ini mempengarui juga tradisi peran laki-laki
dan perampuan mengenai tanggung jawab rumah tangga dan kerja di luar rumahg.
Kesukuan dan pertimbangan sosio-ekonomi juga mempengaruhi
gaya hidup keluarga. Terlabih dahulu, hal yang harus iperhatikan adalah
membantu menentukan bagaimana keluarga itu membentuk nilai-nilai, menentukan
pola-pola prilaku, dan menentukan cara-cara mengekspresikan emosi, serta
menentukan bagaimana mereka berkembang melalui siklus kehidupan keluarga. Hidup
dalam kemiskinan dapat mengikis struktur keluarga dan menciptakan keluarga yang
tidak terorganisasi. Dalam keluarga miskin, perkembangan siklus kehidupan
sering dipercepat oleh kehamilan dini dan banyaknya ibu-ibu yang tidak menikah.
Tidak adanya ayah di rumah memungkinkan nenek, ibu, dan anak perempuan itu
lebih saling berhubungan.
3. Keluarga sebagai system psikologi
Teori system umum memberikan dasar teoritis pada teori dan
praktik konseling keluarga. Konsep-konsep mengenai organisasi dan keutuhan
menekankan secara khusus, bahwa system itu beroperasi secara utuh
terorganisasi. System tidak dapat dipahami secara tepatjika dibagi kedalam
beberapa komponen.
Keluarga menunjukan system hubungan yang komplek, terjadi
kausalitas silkuler dan multidimensi. Peran-peran keluarga sebagian besar tidak
statis, perlu dipahami oleh anggota keluarga untuk membantu memantapkan dan
mengatur fungsi keluarga. Keseimbangan dicapai dalam kelurga melalui
prosesinteraksi yang dinamis. Hal ini membantu memulihkan stabilitas yang
sewaktu-waktu terancam, yaitu dengan mengaktifkan aturan yang menjelaskan
hubungan-hubungan. Pada saat perubahan keluarga terjadi, siklus umpan balik
positif dan negative membantu memulihkan keseimbangan.
Subsistem-subsistem dalam keluarga melakukan fungsi-fungsi
keluarga secara khusus. Hal terpenting dan berarti adalah subsistem suami
istri, orang tua, dan saudara kandung. Batas-batas system membantu memisahkan
sistem-sistem, sebaik memisahkan subsistem-subsistem didalam system secara
keseluruhan.
System-sistemkeluarga berinteraksi dengan sistem-sistem yang
lebih besar lagi di luar rumah, seperti sistem tempat peribadatan, sekolah, dan
tempat perawatan kesehatan. Dalam beberapa kasus, terjadi pengaburan
masalah-masalah keluarga dan pertentangan penyelesaian dari para pemberi
bantuan dala sistem makro. Dalam konteks yang lebih luas, batas-batas di antara
pemberi bantuan sama baiknya dengan bata-batas di antara keluarga klien.
Batas-batas itu mungkin perlu dijelaskan dalam sistem makro agar beroperasi
secara efektif.
b. Landasan-landasan Sejarah dan Praktik Kontemporer
Dalam landasan-landasan sejarah dan praktik kontemporer
konseling keluarga dibahas mengenai:
1. Sejarah dan perkembangan konseling keluarga
2. Pendekatan psikodinamik
3. Pendekatan ekspresial/humanistic
4. Pendekatan Bowen
5. Pendekatan behavioral
1. Sejarah dan perkembangan konseling keluarga
Konseling keluarga distimuli oleh penelitian keluarga yang
anggotanya mengalami schizophrenia. Konseling
keluarga berkembang mencapai kemajuan pada tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an,
para pelopor konseling keluarga memutuskan untuk bekera sana dengan para
konselor yang berorientasi individual.
Teknik-teknik dalam konseling keluarga berkambang denag
pesat memasuki tahun 1970an. Inovasi teknik terapeutik diperkenalkan termasuk
pendekatan behavioral yang dikaitkan dengan masalah-masalah keluarga. Pada
tahun 1980-an, konseling perkawinan dan konseling keluarga menjadi satu. Para
praktisi dariberbagai disiplin keahlian menjadi konseling keluarga sebagai
cirri professional mereka. Pada saat sekarang, konseling keluarga lebih
menekankan penanganan masalah-masalahsecara konteksual daripada secara terpisah
dengan individu-individu. Tantangan yan dihadapi oleh konseling keluarga pada
tahun 1980-an adalah menintegrasikan berbagai pendekatan konseling keluarga dan
menggunakan kombinasi-kombinasi dari teknik-teknik yang dibutuhkan untuk
populasi-populasi yang berbeda.
2. Pendekatan psikodinamik
Pendekatan-pendekatan dalam konseling keluarga dapat dibagi
ke dalam enam kelompok, yaitu:
1. Psikodinamik
2. Eksistensial/humanistic
3. Bowenian
4. Structural
5. Komunikasi/strategis
6. Behavioral
Hal yang membedakan pendekatan-pendekatan tersebut adalah
a) Orientasi teoritis, dalam investasinya apakah menekankan
pada masa lalu atau masa sekarang
b) Proses konseling, apakah menekankan peran yketidaksadaran
atau kesadaran
c) Apakah menekankan wawasan atau tindakan
d) Fungsi konselor diutamakan atau tidak
e) Analisisnya apakah menggunakan individual dyad, atau triad
f) Tujuan-tujuan treatment
Sebagian besar, pandangan psikodinamik berdasar pada model
psikoanalisis, memberikan perhatian terhadap latar belakang dan pengalaman
setiap anggota keluarga sebanyak pada unit keluarga itu sendiri.
Nathan Acherman, pelopor konselor keluarga berupaya
menintegrasi teori psikoanalitik yang berorientasi intrapsikis dengan teori sistem
sengan menekankan hubungan antar pribadi. Upaya-upaya terapeutiknya berujuan
untuk membebaskan “pathologies” yang
berperan satu sama lain. James Framo, konselor keluarga generasi pertama,
meyakini bahkan konflik intrapsikis yang tidak terselesaikan dibawa dari
keluarganya, diteruskan dalam bentuk proyeksi ke dalam hubungan-hubungan yang
terjadi aat ini, seperti hubunan suami istri atau anak.
3. Pendekatan Eksperensial/Humanistik
Para konselor keluarga eksperensial/humanistic menggunakan “immediacy” terapeutik dalam menghadapi
anggota-anggota keluarga untuk membantu memudahkan keluarga itu berkembang dan
memenuhi potensi-potensi individunya. Pendekatan ini lebih menekankan pada
tidakan daripada wawasan dan interpretasi. Pendekatan ini memberikan pengalaman-pengalaman
dalam meningkatkan perkembangan, yaitu melalui interaksi antar konselor dan
keluarga.
Virginia Sati, dalam pendekatanya ia memadukan kesenjangan
komunikasi antara anggota keluarga dan orientasi humanistic dalam membangun
harga diri dan penilaian dari seluruh anggota keluarga. Dia meyakini bahwa
dalam diri manusia terdapat sumber-sumber yang diperlukan manusia untuk
berkembang.
4. Pendekatan Bowen
Pendekatan Muray Bowen terkenal dengan teori sistem
keluarga. Landasan teori Bowen adalah konsep diferensial diri konsep ini
berkembang dimana anggota keluarga dapat memisahkan fungsi intelektualnya
dengan emosionalnya. Bowen mengungkapkan konsep emotional cutoff untuk menjelaskan bagaimana anggota keluarga
berupaya memutuskan hubungan dengan keluarga mereka atas anggapan yang keliru
bahwa mereka dapat mengisolasi diri mereka dari fusi. Posisi saudara kandung
dari setiap pasangan perkawinan akan mempengaruhi interaksi mereka. Dalam
pengembangan teorinya terhadap masyarakat lebih luas, Bowen percaya bahwa
tekanan-tekanan eksternal yan kronis merendahkan tingkat berfungsinya
diferensiasi masyarakat, hal itu hasil pengaruh regresi masyarakat.
5. Pendekatan Stuktural
Pendekatan structural dalam konseling keluarga terutama
dikaitkan dengan Salvador Minuchin dan koleganya di pusat Bimbingan Anak
Philadelphia. Pendekatan ini dilandasi sistem. Teori keluarga memfokuskan pada
kegiatan, keseluruhan yang terorganisasi dari unit keluarga, dan cara-cara
dimana keluarga mengatur dirinya sendiri melalui pola-pola transaksional
diantara mereka. Secara khusu, sistem-sisem keluarga, batas-batas, blok-blok,
dan koalisi-koalisi ditelaah dalam upaya memahami struktur keluarga. Tidak
berfungsinya struktur menunjukan bahwa aturan-aturan yang tidak tampak yang membangun
transaksi keluarga tidak berjalan atau membutuhkan negosias kembali
aturan-aturan.
6. Pendekan Strategis/Komunikasi
Karakteristik khusus pendakatan ini menggunakan double blinds terapeutik atau
teknik-teknik paradoksial untuk mengubah aturan-aturan keluarga dan pola-pola
hubungan. Pradoks kontradiksi yang mengikuti deduksi yang tepat dan
premis-premis yang konsisten digunakan secara terapeutik untuk mengarahkan
individu atau keluarga yang tidak mau berubah sesuai dengan apa yangdiharapkan,
prosedur ini mempromosikan perubahan tersebut bukan dalam bentuk penolakan atau
tindakan. Jakcson, Watzlawick dan ahli strategi lainnya menggunakan “prescribing” simptom-simptom sebagai
teknik paradox untuk mengurangi penolakan berubah dengan menggunakan simptomnya
itu tidak berguna.
Pendekatan konseling keluarga strategi ditandai oleh
taktik-taktik yang terencana dan hati-hati, serta lngsung menangani
masalah-masalah keluarga yang ada. Haley sangat memengaruhi para praktisi dalam
menggunakan perintah-perintah atau penyelesaian tugas-tugassebaik
intervensi-intervensi paradoksial yang sifatnya tidak langsung. Madanes,
konselor strategis keluarga lainnya menggunakan teknik-teknik “pretend” (menganggap diri) dan
investasi-investasinya yang tidak konfrontatif diarahkan pada tercapainya
perubahan tanpa mengundang penolakan.
7. Pendekatan Behavioral
Konseling keluarga behavioral, terakhir masuk dalam bidang
konseling keluarga, berupaya membawa metode ilmiah dalam proses-prose
terapeutik mengembangkan monitoring secara tepat dan mengembangkan
prosedur-prosedur intervensi berdasarkan data. Pendekatan ini mengambil
prinsip-prinsip belajar manusia, seperti classical
dan operant conditioning,
penguatan positif dan negative, pembentukan, extinction, dan belajar social. Pendekatan behavioral menekankan
lingkungan, situasional dan faktor-faktor sosial dari prilaku. Pendekatan
behavioral memberikan hasil yang signifikan terhadap empat bidang yang berbeda,
yaitu konseling perkawinan behaviaoral, pendidikan dan latihan keterampilan
orang tua behavioral, konseling keluarga fungsional, serta penanganan tidak
berfungsinya seksual.
Konseling perkawinan behavioral memadukan prinsip-prinsip
teori belajar social dan teori pertukaran social. Konseling perkawinan
behavioral mengajarkan pasangan suami istri bagaimana mencapai suatu hubungan
timbale balik yang positif.
Pendidikan dan latihan keterampilan-keterampilan orang tua
behavioral, sebagian besar didasarkan pada teori belajar sosial, berupaya untuk
melatih orang tua dengan prinsip-prinsip behavioral dalam pengelolaan anak.
Secara khusus, Patterson memfokuskan terhadahubungan dua orang (dyad), biasanya antara ibu dan anak,
serta menekankan bahwa perilaku anak itu memungkinkan dikembangkan dan
dipelihara melalui hubungan timbal balik mereka. Secara khusus, intervensinya
berupaya membantu keluarga mengembangkan sejumlah kontingensi penguatan baru
dengan maksud memulai belajar perilaku-perilaku baru.
Konseling keluarga fungsional berupaya mengintegrasikan
sistem teori sistem, behavioral, dan kognitif dalam bekerja dengan keluarga.
Konseling keluarga funsional berpandangan, bahwa semua perilaku sebagai fungsi
antar pribadi mengenai hasil khusus dari konsekuensi-konsekuensi perilaku
Kerjasama konselorsek adalah satu program yang dibatasi
waktunya, melibatkan kedua pasangan perkawinan dan berupaya untuk menyelesaikan
masalah-masalah tidak berfungsinya seksual. Treatment-nya
memperkuat perkawinan dengan cara mengoreksi hal-hal yang secara potensial
merusak aspek-aspek hubungan. Konseling ini pertama kali dikembangkan oleh Masters
dan Johnson, lalu dikembangkan oleh Kaplan. Treatment
tidak berfungsinya seksual sekarang menggunakan berbagai teknik behavioral
secara jelas. Kerjasama konseling seks ini menyajikan bentuk yang
dikonseptualisasikan sebagai jenis konseling kognitif behavioral/program
pendidikan kembali yang diaplikasikan terhadap pasangan suami istri yang
mempunyai masalah seksual.
Bentuk-Bentuk Lain dari Intervensi Terapeutik
Terdapat empat jenis teknik konseling keluarga sebagai
tambahan terhadap pendekatan-pendekatan yang sudah biasadilakukan dalam treatment, yaitu prosedur-prosedur
nonverbal, prosedur-prosedur yang dibatasi waktunya, prosedur-proseduryang
berorientasi krisis, dan intervensi-intervensi yang melibatkan kelompok yang
lebih luas.
Dalam melukiskan keluarga dengan eknik nonverbal, semua
anggota keluarga diminta untuk menggambarkan bagaimana mereka melakukanhubungan
didalam keluarga.
2. Bimbingan Karier
Pemahaman terhadap dunia kerja menjadi hal penting bagi
masyarakat sebagai bekal dan persiapan memasuki dunia kerja. Hal-hal yang
menjadi permasalahan umum bagi seseorang adalah kurangnya pemahaman untuk
mengenal diri, yaitu mengetahui potensi dan mewaspadai kelemahannya, kurangnya
kesiapan mental untuk bersaing di dunia kerja, kekurangtahuan tentang lingkup
pekerjaan pada bidang pekerjaan yang ada di pasar tenaga kerja, serta pemahaman
mengenai bagaimana strategi meniti karir mulai dari awal karir sampai dengan
bagaimana upaya untuk meraih puncak karir yang dicita-citakan. Untuk itu,
konseling karir dapat menjadi media bagi masyarakat untuk berbagi mengenai masalah-masalah
karir dan atau hal-hal lain yang terkait karir.
a. Tujuan Bimbingan Karir dan Konseling.
Secara umum tujuan bimbingan Karir dan Konseling adalah
sebagai berikut;
Ø Memiliki
pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkaitdengan pekerjaan.
Ø Memiliki
pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yangmenunjang kematangan
kompetensi kerja.
Ø Memiliki
sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang
pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan
sesuai dengan norma agama.
Ø Memahami
relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan
keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya
masa depan.
Ø Memiliki
kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri
pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
Ø Memiliki
kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional
untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi.
Ø Mengenal
keterampilan, minat dan bakat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir
amat dipengaruhi oleh minat dan bakat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka
setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa
dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
Ø Memiliki
kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karier.
Ø Memiliki
kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan industrial yang harmonis, dinamis,
berkeadilan dan bermartabat.
b. Model rangkaian untuk program karir
Orientasi kesadaran.
Assesment diri.
Penjajakan karir.
Mensetting tujuan karir.
Pengalaman kerja.
Konteks karir.
Tersedianya dunia kerja.
Penempatan.
c. Teknik Konseling
Teknik konseling yang dapat digunakan dalam konseling karir
antara lain:
Konseling kelompok.
Konseling perorangan.
Konseling teman sebaya.
Penempatan.
d. Tipe Konseling Karir
Menurut Morrill dan Forrest ada empat tipe konseling karir,
yaitu:
Konseling yang membantu klien dengan suatu keputusan
tertentu dengan memberikan informasi dan klarifikasi masalah.
Konseling yang membantu klien dengan suatu keputusan
tertentu dengan memusatkan perhatian pada keterampilan membuat keputusan.
Konseling yang memandang karir sebagai proses, bukan sebagai
tujuan.
Konseling yang memusatkan perhatian pada usaha menanamkan
kemampuan menggunakan karakteristik personal klien untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan klien sendiri.
3. Konseling Traumatik
Konseling traumatik adalah upaya konselor untuk membantu
klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien
dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan
berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.
Konseling traumatik ini berbeda dengan konseling biasa.
Perbedaan itu terletak pada waktu, focus, aktivitas dan tujuan. Dilihat dari
segi waktu, konseling traumatik pada umumnya memerlukan waktu lebih pendek
dibandingkan dengan konseling biasa. Konseling traumatik memerlukan waktu satu
hingga enam sesi. Sedangkan konseling biasa, memrlukan waktu satu hingga dua
puluh sesi.
Dilihat dari focus, konseling traumatic lebih memerhatikan
pada satu masalah, yaitu trauma yang terjadi dan dirasakan. Adapun konseling
biasa, pada umumnya suka menghubungkan satu masalah dengan masalah lainnya. .
Dilihat dari aktivitas, konseling traumatic lebih banyak
melibatkan banyak orang dalam membantu klien dan yang lebih banyak aktif adalah
konselor. Konselor berusaha untuk mengarahkan, mensugestikan, member saran,
mencari dukungan dari keluarga dan teman klien, menghubungi orang yang lebih
ahliuntuk referral, menghubungkan klien dengan ahli lain untuk referral,
melibatkan orang / agen lain yang kompeten secara legal membantu klien, dan mengusulkan
berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
Dilihat dari tujuan, konseling traumatic lebih menekankan
pada pulihnya kembali klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan
diri dengan keadaan lingkungan yang baru.
Tujuan konseling traumatic adalah:
Ø Berfikir
realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan
Ø Memperoleh
pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma.
Ø Memahami
dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma
Ø Belajar
keterampilan baru untuk mengatasi trauma.
Keterampilan
Dalam Konseling Traumatik
Ada empat
keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor dalam konseling traumatic,
yaitu:
a. Pandangan Realistik
Hendaknya,
konselor memiliki pandangan yang realistic terhadap peran mereka dalam membantu
orang – orang yang mengalami trauma. Keterampilan ini berguna bagi konselor
untuk memahami kelemahan dan kelebihannya dalam membantu orang yang mengalami
trauma. Kelebihan konselor dibandingkan dengan keluarga dan teman orang yang mengalami
trauma. Namun di pihak lain, konselor harus mengakui beberapa keterbatasan yang
dimilikinya dalam membantu orang yang trauma. Keterbatasan – keterbatasan itu
antara lain sebagai berikut:
1. Konselor kurang memiliki data yang lengkap tentang
kelemahan kepribadian klien sebelum menderita trauma.
2. Konselor tidak dapat mengontrol pemicu trauma, karena
pemicu trauma itu adalah peristiwa objektif yang telah dialami klien.
3. Konselor tidak dapat mengontrol reaksi keluarga dan teman
klien pada saat klien mengalami trauma.
b. Orientasi yang holistic
Kondisi
trauma pada diri klien bukan harus dihadapi secara berlebihan atau sebaliknya.
Dalam konseling traumatic, konselor harus menerima berbagai bantuan dari
berbagai pihak demi kesembuhan klien. Dengan memerhatikan kondisi klien secara
holistic, konselor dituntut untuk dapat berkerja sama dengan berbagai ahli yang
ada di masyarakat untuk membantu kesembuhan klien.
c. Fleksibilitas
Konseling
traumatic memerlukan fleksibilitas, karena keterbatasan – keterbatasan yang
ada, konseling traumatic mungkin lebih fleksibel dalam pelaksanaannya. Karena
keterbatasan tempat, mungkin konseling melalui telepon akan lebih tepat. Karena
keterbatasan waktu, ada kemungkinan terjadi perubahan waktu dalam konseling.
Kemungkinan konseling di rumah klien terjadi daripada di kantor konselor.
Perpanjangan waktu dalam setiap sesi konseling mungkin saja terjadi. Melibatkan
keluarga dalam sesi konseling mungkin saja terjadi dan konselor memberikan
sugesti pada klien juga bisa terjadi.
Dalam
konseling traumatic, konselor tidak banyak waktu untuk melakukan konfrontasi,
berlama – lama, non direktif, interpretasi perilaku dan mimpi, serta tidak
terlalu mempermasalahkan terjadinya transferensi ataupun conter tansferensi
antara klien dan konselor. Kondisi trauma menuntut konselor untuk bertindak
cepat menangani klien.
d. Keseimbangan Antara Empati dan Ketegasan
Konselor
harus mampu melihat kapan dia harus empati, dan kapan dia harus tegas dalam
mengarahkan klien untuk kesembuhan klien. Jika konselor terlalu hanyut dengan
perasaan klien, maka konselor akan mengalami kesulitan dalam membantu klien.
Begitu juga jika konselor tidak tepat waktunya dalam memberikan arahan yang
tegas pada klien maka konseling akan tidak efektif.
Empati
ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan
berpikir bersama klien. Empati ada dua macam yaitu empati primer dan empati
tingkat tinggi. Empati primer adalah suatu bentuk yang hanya memahami perasaan,
pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya agar klien terlibat
pembicaraan dan terbuka pada konselor. Adapun empati tingkat tinggi adalah
keikut sertaan konselor dalam merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan
dipikirkan kliennya.
Adapun
ketegasan untuk mengarahkan klien adalah kemampuan konselor untuk mengatakan
kepada klien agar klien berbuat sesuatu atau dengan kata lain mengarahkan agar
klien melakukan sesuatu.
Sebagai contoh, wujud pelaksanaan dari konseling traumatic
adalah upaya untuk menyembuhkan trauma pada korban gempa bumi Jawa Barat yang
terjadi beberapa waktu lalu. Hal ini dilakukan untuk pemulihan gangguan mental
psikologis yang berpengaruh terhadap kehidupan efektif sehari-hari warga
masyarakat korban gempa yang perlu ditangani secara khusus.
Kegiatan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai
berikut:
Kegiatan konseling trauma terhadap kelompok sasaran peserta
didik dilakukan dalam bentuk:
Terapi Permainan
Bimbingan/Konseling Kelompok
Konseling Individual
Pelayanan Informasi
Pelayanan Pembelajaran
Kegiatan konseling trauma terhadap para orang tua/warga
masyarakat yang memerlukan dilakukan dalam bentuk:
o Terapi
Relaksasi
o Bimbingan/Konseling
Kelompok
o Konseling
Individual
o Pelayanan
Informasi
o Pelayanan
Berkehidupan dalam Keluarga/Masyarakat
No comments:
Post a Comment